Page 20 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 20

Urusan GR ini memang kadang gila, Put. Kita  benar-benar tidak bisa  lagi berpikir  waras dan
               rasional,  tertutupi  oleh  ilusi  dan  mimpi.  Menterjemahkan  semua  kejadian  berdasarkan  yang
               mau kita dengar atau lihat saja. Padahal nyatanya? Tidak sama sekali.


               Aku sedikit gemetar bersalaman dengan Mama dan Papa Rio, mereka sudah menunggu di ruang

               tamu. Amat ramah dan menyenangkan. Meski mulai merasa ada yang keliru, tetap saja separuh
               hatiku  mencoba  bertahan  berharap  hal  itu  yang  akan  dibicarakan.  Dan  saat  apa  sebenarnya

               yang hendak dibicarakan oleh mereka tersampaikan, aku hanya tepekur menatap keramik di
               bawah kakiku. Menelan ludah, lantas menarik nafas panjang sekali.


               Hiks,  kita  senabis,  Put.  Benar-benar  bagai  debu  disiram  air,  musnah  habis  semua  imajinasi
               versiku.


               Orang tua Rio adalah pemilik jaringan kue terkenal di kota kami. Mama Rio jago sekali bikin kue,

               dan pembicaraan ini adalah tawaran padaku untuk ikut mengembangkan bisnisku lebih serius.

               Aku  menyeka  pelipis  yang  tidak  berkeringat.  Menghela  nafas  panjang.  Akulah  yang

               berprasangka aneh-aneh, menduga aneh-aneh. Rio lurus saja selama ini. Dia memuji gadis yang
               pintar masak kue itu cantik dan baik hati, karena Ibunya memang bilang demikian. Dia tertarik

               sekali semua detail isi timeline facebookku, karena dia memang tahu persis, bukan karena dia
               cowok sok-tahu atau baru mencari tahu untuk menarik perhatianku.


               Aku perlahan menyandarkan badan ke sofa.


               “Nana  mengingatkanku  waktu  masih  muda  dulu,  loh.”  Mama  Rio  menatapku,  tersenyum,
               “Mandiri, pintar, dan tentu saja pintar bikin kue. Ssttt, Papa-nya Rio naksir aku gara-gara kue
               loh.” Papa Rio di sebelah tertawa. Rio ikut tertawa.


               Aku hanya tersenyum tanggung.


               Tidak kali ini, jauh-jauhlah sana GR.

                                                           ***
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25