Page 17 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 17

Seminggu berlalu lagi.


               Rasa-rasanya  aku  mulai  kasihan  dengan  Puteri.  Dia  jadi  lebih  pendiam  sekarang.  Dia  tidak
               sesebal atau hendak menangis waktu di angkot, tapi dia tetap menghindar bicara apapun soal

               facebook.  Itulah  kenapa  aku  dulu  menasehatinya  agar  tidak  GR.  Rio  itu  memang  ramah  ke
               semua  orang.  Dia memang  rajin  me-like,  komen di  profile  orang  lain,  tanpa  maksud  apapun.

               Lepas dari kejadian di kedai fast food, sebenarnya Rio tetap rajin me-like dan komen di profile
               Puteri, tidak berubah, hanya karena Puteri saja yang sekarang punya sudut pandang baru jadi

               tidak antusias lagi. Malah semakin jarang update sesuatu.

               Nah,  kalau  kalau  like  dan  komen  Rio  di  profileku?  Eh,  aku  berusaha  untuk  tidak  GR,  kok.

               Meskipun  ya,  aku  senang.  Siapa  sih  tidak  senang  diperhatikan  Rio?  Tapi  aku  tidak  GR,  itu
               sungguhan memang demikian. Bukan cuma sekali Rio update status soal masak, memuji-mujiku

               yang  pintar  masak,  peduli  sekali  dengan  hal-hal  kecil  di  timeline  facebookku,  sampai  setiap
               postingan jenis kue baru, dia ikut berkomentar detail, bergurau, melucu.


               Termasuk malam ini, ketika Rio menulis di wallku, “Nana, kalau besok aku mau membicarakan
               hal penting, kamu punya waktu nggak?”


               Aku  gemetar  menulis  komen,  “Iya,  bisa,  besok  nggak  ada  jadwal  kuliah.  Memangnya  mau

               ngomongin apaan?”

               Ditunggu satu jam tetap belum direply Rio. Aku sudah galau se-semesta galaksi. Harap-harap

               cemas menunggu balasan Rio—jadi paham bagaimana dulu Puteri yang semalaman susah tidur
               hanya demi reply wall nggak jelas. Sedangkan wall dari Rio untukku ini jelas-jelas amat jelas,

               bagaimana aku nggak galau.

               “Maaf baru reply, tadi main basket bareng teman. Ada deh, rahasia, biar surprise. Nanti Mama

               sama Papa juga ikut, kok.”


               Ya ampun? Rio?


               Aku semaput di dalam kamar.


               Ini sungguhan? Serius? Meski memiliki prinsip tidak mau memiliki teman cowok dekat kecuali
               memang serius, aku belum siap bertemu orang tua Rio. Aduh, aku masih dua tahun lagi kuliah—
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22