Page 143 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 143

“Apa perlunya kau tahu, hah?” Sampek berteriak jengkel. Satu untuk pertanyaan yang

               diulang-ulang itu, dua untuk semakin  banyaknya  prajurit yang kalap menyerang, tiga
               demi melihat betapa tenangnya kakek renta tersebut.



               Lihatlah, kakek-renta itu malah terkekeh sekarang.


               “Setidaknya sebelum kau mati oleh pedang prajurit kau akan lega telah menceritakan

               apa yang membuatmu menangis, bukan. Merasa lepas dari segala beban.”


               “Baiklah!!! Kau ingin tahu kenapa aku menangis? Karena malam ini gaids yang kucintai

               akan menikah dengan putra mahkota Dinasti Tang! Apa kau puas mendengarnya, hah?”


               Sampek berteriak, kecamuk pedang dan teriakan prajurit membuat pekak telinga.


               “Bukan main.” Kakek renta itu menggelengkan kepala.



               “Aku  tidak  berbohong!”  Sampek  benar-benar  jengkel  sekarang,  apa-gunanya  kakek-
               renta ini bertanya kalau hanya untuk mentertawakan jawabannya.


               “Kau  tahu,”  Sampek  mendesis  dengan  mata  yang  akhirnya  basah-terluka,  kesedihan

               mendadak menelikung hatinya lagi, kali ini amat dalam, amat menikam.


               “Kau tahu, malam ini kalau kematian akhirnya datang menjemputku, maka biarlah itu

               terjadi. Biarlah itu menjadi takdir Budha Suci. Aku akan mati membawa seribu luka janji

               setia. Aku akan mati setidaknya setelah aku berusaha menjemputnya di ibukota. Aku
               akan mati dengan tersenyum.” Sampek menyeka ujung matanya.


               “Aku tidak akan pernah mengkhianati cintaku.” Sampek gemetar mengayunkan pedang

               ke depan. Menyambut serbuan prajurit dan para pendekar yang tak kunjung habis.

               Situasi mereka genting sudah.


               Di dekat mereka Rahib Penjaga Gerbang sudah terkapar terkena selarik cahaya biru.

               Menyisakan  Rahib  Penjaga  Pagoda  yang  tubuhnya  penuh  luka  dan  gumpal  darah.
   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148