Page 148 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 148

Dari  selatan  melesatlah  kabar  mencengangkan  tersebut.  Jauh  lebih  mencengangkan
               Istana Terlarang saat sebulan lalu mereka mendengar laporan seribu pasukan mereka

               mati terbantai begitu saja oleh selusin rahib suci Biara Shaolin.


               Kabar mencengangkan itu adalah: dua ratus ribu pasukan rakyat terlatih bagai puting-

               beliung  begerak  mendekati  ibu-kota.  Puluhan  rahib  suci  Biara  Shaolin  berbaris

               memimpin.  Dan  seorang  pemuda  gagah,  dengan  wajah  sendu  memegang  tali  kekang
               kuda paling depan. Pemuda  yang konon bisa menurunkan naga dari langit. Kabar itu

               benar-benar  menggemparkan,  meski  sejauh  ini  tidak  ada  satu  pun  yang  pernah

               menyaksikan bagaimana naga-naga itu turun.


               Tidak  ada  yang  tahu  apakah  Sampek  menguasai  jurus  hebat  tersebut.  Rahib  Penjaga

               Pagoda yang menjadi panglima kedua pasukan pemberontak juga tidak tahu. Sampek
               memang terlihat berpuluh-puluh kali lebih hebat ketika kembali sebulan kemudian dari

               Padang Rumput Kwa Loon. Karena itulah dia dipilih Rahib Ketua memimpin pasukan.

               Selebih dari itu, tidak ada yang tahu selentingan ganjil tersebut.


               Tetapi terlepas dari naga-naga, serbuan kaum pemberontak dengan pemimpin barunya
               membuat  jalan  cerita  peperangan  berubah  drastis  180  derajat,  sekarang  Istana

               Terlarang semakin terdesak. Enam bulan berlalu, perkemahan dua ratus ribu pasukan

               pemberontak tinggal seminggu perjalanan dari ibukota. Putra Mahkota dan Raja Tang
               mulai terjepit. Mereka menarik mundur dan mengerahkan seluruh pasukan di gerbang

               ibukota.  Bertahan.  Menjanjikan  lebih  banyak  bayaran  kepada  pendekar-pendekar

               ternama.


               Engtay? Engtay yang tidak pernah tahu kabar Sampek, meyakini Sampek telah mati saat
               berusaha menjemputnya, setiap malam hanya menangis di sangkar emasnya. Menangisi

               kematian  Sampek. Menangisi  nasibnya  yang  kejam.  Dan  ia  semakin  tersungkur  sedih

               saat kabar burung tentang pemuda pemimpin pasukan pemberontakan itu didengarnya.
               Pemuda tanpa nama dengan wajah sendu. Duhai, sama benar nasib pemuda itu dengan

               jalan hidupnya.
   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153