Page 151 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 151

Bergetar  Engtay  menyebut  nama  itu.  Gemetar  tangannya  meraih  kotak  perhiasan  di
               bawah tempat tidur yang selama ini disembunyikannya. Sampek.



               Kau-kah itu….


               Engtay melangkah tertatih dengan perut buncitnya. Menuju Aula Singgasana. Bergegas.


               “Sampek!  Kaukah  itu….”  Engtay  berseru  sekali  lagi.  Kali  ini  dengan  suara  yang  lebih

               lirih. Tertahan. Gemetar kakinya melangkah mendekat.


               Mata-mata tertoleh. Aula Singgasana senyap.



               Sampek sempurna tidak menoleh.


               Engtay  melangkah  ke  depan.  Melupakan  adab  Istana  Terlarang.  Berusaha  memeluk

               Sampek.


               “Apa  yang  kau  lakukan,  istriku!”  Putra  Mahkota  berteriak  galak,  mencengkeram  baju
               Engtay.



               “Lepaskan aku!” Engtay meronta, mendorong Putra Mahkota, terus melangkah maju.


               “Sampek… Kaukah itu? Oh, demi Budha Suci. Ternyata kau masih hidup…. Kau masih

               hidup!” Engtay gemetar menyentuh wajah Sampek.


               “Kau salah orang, Nyonya.“ Sampek berkata dingin.


               “Aku  tidak  salah  orang….  Aku  tidak  salah  orang!”  Engtay  mendesis  berkali-kali.

               Wajahnya antara hendak menangis, tidak-percaya, bahagia, dan entahlah.


               “Kau salah orang, Nyonya.“ Suara Sampek bergetar.
   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156