Page 150 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 150

“Malam  ini,  dua  ratus  ribu  pasukan  kami  membuat  tenda  di  dekat  dinding  ibukota.
               Ratusan ribu lagi, rakyat yang berada di kota ini mendukung kami. Jika kau menolak

               kesepakatan  yang  kuberikan,  mereka  akan  menghabisi  seluruh  kota.  Pertumpahan

               darah tidak terhindarkan…. Raja Tang, ambillah keputusan yang bijaksana! Malam ini
               kau akan mengembalikan tahta ke rakyat jelata, biarkan mereka memilih raja baru yang

               lebih baik—“


               “Omong kosong!” Putra Mahkota memotong kasar, berteriak.



               “Aku tidak bicara padamu!” Mata Sampek menatap tajam.


               Demi Budha Suci, Rahib Penjaga Pagoda mendesis, sekilas dia melihat siluet naga putih

               dari mata Sampek.


               Putra Mahkota terduduk di kursinya.


               “Aku….  Aku  tidak  bisa  memutuskannya  malam  ini!”  Raja  Tang  yang  resah  dengan

               perkembangan menjawab gugup.


               “Kita  tidak  akan  pernah  menyerah  ke  pemberontak  hina  ini,  Ayah!”  Putra  Mahkota

               bangkit dan berteriak lagi.


               “Aku tidak bicara padamu!” Mata Sampek semakin tajam.


               Rahib Penjaga Pagoda yang berdiri di sebelah Sampek semakin gentar, dia sungguh bisa

               melihat siluet naga putih dari mata pemuda yang dulu dididiknya belajar kungfu.


               Tetapi ada yang tiba-tiba berseru lebih kencang di Aula Singgasana. Engtay! Engtay yang

               hamil tua. Tadi baru saja dayang-dayang menyampaikan kabar pemimpin pemberontak
               sedang  bertemu  langsung  dengan  Raja  Tang.  Mendengarkan  detail  wajah  yang

               diceritakan  dayang-dayang, tiba-tiba  dada  Engtay berdetak kencang. Sampek. Apakah

               itu Sampek? Bukankah Sampek sudah mati?
   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155