Page 32 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 32

itu  tanpa  alpa  semalam  selama  enam  tahun.  Bayangkan,  enam  tahun.  Tidak  putus

               pengharapan. Tidak mundur selangkah pun.


               “Saat  anak  pertama  mereka  berusia  dua  belas,  kabar  baik  itu  datang,  salah-satu

               karyawan yang disuruh mencari Wong Lan, akhirnya melaporkan suaminya ditemukan
               terlunta-lunta di Hongkong. Usia suaminya lima puluh, lelaki tua yang hidup sendirian,

               sakit-sakitan, tanpa teman, terlupakan dari dunia. Kabar itu membuat hati Sie bungah,

               dia  tidak  sabaran,  memutuskan  berangkat  malam  itu  juga  ke  Hongkong,  menjemput
               suaminya, menjemput bapak dari anak-anaknya. Tapi saat dia menuju bandara, melesat

               kabar  duka  dari  Singkawang,  telepon  dari  salah-satu  adiknya,  bilang  Bapak  Sie  Sie

               meninggal dunia.


               “Lama nian Sie menahan kerinduan pulang. Tahun-tahun terakhir, dengan keleluasaan

               yang  dia  miliki,  kesempatan  itu  bisa  dilakukan  kapan  saja,  tapi  dia  tidak  akan
               melakukannya  tanpa  ditemani  Wong  Lan.  Dia  ingin  pulang,  menziarahi  makam  Ibu,

               bilang kalau janjinya sudah dipenuhi. Malam itu, kabar kematian Bapaknya membuat

               kerinduan datang tak tertahankan. Adik-adiknya di Singkawang bilang, jika Sie bersedia
               pulang,  jasad  Bapak  akan  menunggu  dia.  Separuh  hatinya  ingin  pulang  ke  Indonesia,

               memenuhi  kewajiban  terakhir  mengantar  Bapak  ke  pemakaman.  Tapi  suaminya
               menunggu di Hongkong, dirawat di salah-satu rumah sakit. Urusan ini muda ditebak,

               lima belas menit menatap layar jadwal keberangkatan pesawat di bandara, Sie memilih

               menjemput  suaminya.  Itulah  keluarganya  sekarang,  itulah  keluarganya  sejak  dia
               memutuskan dibeli suaminya lima belas tahun lalu.



               “Tubuh  Wong  Lan  kurus  kering  saat  dibawa  kembali  ke  Taiwan,  kebiasaan  buruk
               menggerogoti fisiknya. Dan bukan itu masalah terbesarnya, melainkan anak tertua Sie

               menolak mentah-mentah memanggil Bapak pada Wong Lan, usianya dua belas, sudah
               lebih  dari  tahu  cerita  penderitaan  Ibunya  selama  ini.  Dia  berteriak  marah,  mengusir

               Wong Lan dari kamar perawatan di rumah. Itu bagian menyakitkan kesekian yang harus

               dialami Sie, dia memeluk anaknya, meminta  dengan sangat, sambil menangis, agar si
               sulung  mau  memanggil  Wong  Lan,  ‘Bapak’.  Si  sulung  mengibaskan  tangan  Ibunya,

               berlari. Hanya si kembar yang bersedia menemani Ibunya merawat Wong Lan.
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37