Page 53 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 53

Gentar  Shinta  menatap  sekitar.  Satu  dua  larik  cahaya  hanyalah  datang  dari  mata

               binatang  hutan,  menyala  terang  di  tengah  gelap.  Entah  itu  binatang  berbahaya  atau
               tidak. Ratusan nyamuk membungkus kepala, juga binatang kecil yang melata di tanah,

               tubuhnya menjadi sasaran empuk.


               Aku  akan  baik-baik  saja.  Aku  akan  kuat.  Berkali-kali  Shinta  mendesiskan  mantra  itu,

               kalimat sama yang dulu dia ucapkan saat menemani Rama terusir empat belas tahun,

               juga saat di taman Asoka. Aku akan baik-baik saja. Aku akan kuat. Shinta menyeka mata.
               Dia sudah berhenti menangis sejak tadi, dia menyeka mata karena sedang memastikan

               mahkluk apa yang terlihat mengerikan telah menghadangnya di depan.


               Itu seekor beruang raksasa.



               Mengaum merobek malam.


               Shinta berseru pias, bergegas balik kanan, terseok-seok berusaha melarikan diri.

               Beruang  itu  mengejarnya,  membuat  rebah  jimpa  semak  belukar,  pohon-pohon  kecil
               patah. Shinta semakin panik, bajunya robek di sana sini tersangkut ranting. Tidak, dia

               tidak  akan  berakhir  malam  ini,  masa  ujiannya  masih  panjang,  dia  harus  bisa
               menyelamatkan diri.



               Beruang  itu  semakin  dekat,  dengus  nafasnya  terdengar  menakutkan,  air  liurnya
               terpercik kemana-mana, dan jarinya dengan kuku-kuku yang tajam mencakar kesana

               kemari, buas mengejar tubuh ringkih Shinta yang justeru kembali tersungkur, kakinya

               tersangkut  akar  lagi,  dan  kali  ini  Shinta  tidak  bisa  berdiri  lagi,  nafasnya  tersengal
               hampir habis, Shinta terdesak sudah, menoleh, menatap jerih beruang raksasa yang siap

               menerkam, merobek-robek tubuhnya.


               Persis  sepersekian  detik  kuku-kuku  itu  menyentuh  wajahnya,  dari  balik  pepohonan

               yang  gelap,  melesat  belasan  panah.  Cepat  sekali  kejadian  itu,  dan  sebelum  Shinta
               sempat membuka matanya yang terpejam ketakutan, bersiap menjemput ajal, beruang

               raksasa itu telah tumbang.
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58