Page 56 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 56

Apakah  itu?  Satu  suara  desir  orang  datang  sudah  membuat  Shinta  berseru  tertahan,

               apakah itu? Apakah itu Rama yang menjemputnya.


               Malang  sekali  nasib  Shinta,  jangankan  rombongan  yang  akan  menjemput,  datang

               menyibak  pepohonan  rapat  yang  mengelilingi  perkampungan,  kabar  baik  secuil  pun
               tidak datang dari ibukota Ayodya. Tidak ada.



               “Tidurlah, anakku.” Resi Walmiki berkata takjim, “Ini sudah lewat tengah malam, tidak
               baik sendirian di anak tangga.”



               Shinta menggeleng kuat-kuat. Tidak, dia akan berdiri di sini hingga suaminya tiba. Dia
               tidak mau sedang tertidur saat Rama datang menjemputnya. Sama persis saat di taman

               Asoka dulu, dia tidak mau sedetikpun lalai mengingat Rama. Dia  harus terjaga, lantas

               tersenyum riang menyambut suaminya.


               “Tidak akan ada jemputan malam ini, anakku.” Resi Walmiki mendesah pelan, menghela

               nafas panjang penuh kesedihan, “Suamimu tidak akan datang menjemput.”


               Tidak.  Itu  sungguh  tidak  benar.  Shinta  menjerit  dalam  hati.  Menolak  untuk  percaya.
               Mereka  sepasang kekasih abadi, dia akan  selalu mencintai  suaminya, dan Rama  akan

               selalu mencintainya. Resi Walmiki berdusta.


               Resi  Walmiki  menghela  nafas  panjang  lagi.  Menatap  langit  yang  dipenuhi  bintang

               gemintang. Baiklah, dia mengalah, membiarkan Shinta terus menunggu di anak tangga,

               menatap  kegelapan  gerbang  perkampungan.  Rama  tidak  akan  pernah  menjemput
               istrinya, Resi Walmiki tahu hal itu, karena beberapa bulan lalu, dia sendiri yang diam-

               diam  datang  ke  istana  Ayodya,  menyamar  seperti  resi  kebanyakan,  menatap  wajah
               Rama. Hanya butuh sekejap saling bersitatap, dia segera tahu, Paduka Raja yang gagah

               perkasa itu, amat ringkih hatinya. Paduka  Raja  yang berhasil mengalahkan Rahwana,

               raja raksasa, itu, amat lapuk hatinya. Apakah Rama masih mencintai Shinta? Tentu saja.
               Cinta itu sama  besarnya  sejak mereka pertama  kali bertemu dulu. Tetapi cinta tanpa

               disertai kepercayaan, maka ibarat meja kehilangan tiga dari empat kaki-kakinya, runtuh

               menyakitkan.
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61