Page 54 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 54

Adalah  Resi  Walmiki  yang  menyelamatkannya.  Seorang  Resi  paling  arif  dan  bijak  di

               jaman itu. Resi  inilah yang kelak menuliskan  syair kisah-kisah Ramayana. Malam itu,
               bersama belasan murid padepokannya, mereka sedang melintas pulang dari perjalanan

               jauh, tidak sengaja berpapasan kejadian mengerikan, seorang perempuan siap diterkam

               seekor beruang.
               Tubuh terkulai Shinta dibawa ke padepokan Resi Walmiki. Itu sebuah perkampungan

               tertutup, jauh di dalam hutan rimba. Ada belasan rumah dari kayu yang berdiri di dekat

               air  terjun  besar.  Sawah  subur  mengitari  perkampungan,  lembah  hijau  yang  indah.
               Sungai mengalir indah dipenuhi ikan-ikan. Resi Walmiki adalah pertapa yang memiliki

               kemampuan  melihat  watak  seseorang  hanya  dengan  melihat  wajahnya,  maka  demi

               melihat wajah penuh kesedihan Shinta, yang barut oleh luka, malam itu dengan bijak dia
               memutuskan menampungnya tanpa bertanya panjang lebar. Ada banyak keluarga yang

               tinggal  di  padepokan  itu,  anak-anak  remaja,  pria  dewasa,  mereka  berseru  senang

               melihat kedatangan penduduk baru.


               Tidak  ada  penghuni  padepokan  yang  tahu  siapa  sebenarnya  Shinta,  kecuali  Resi

               Walmiki.  Mereka  adalah  murid-murid  sederhana  yang  belajar  tentang  kebijaksanaan
               hidup,  bercocok  tanam,  dan  sedikit  kemampuan  memanah  untuk  bertahan  dari

               binatang buas. Dengan segera Shinta berusaha menyesuaikan diri di perkampungan itu.
               Apakah  nasib  Shinta  lebih  baik?  Aku  tidak  tahu,  Cindanita,  boleh  jadi  diterkam  oleh

               beruang akan lebih baik baginya. Lihatlah, meski sekarang dia aman secara fisik tinggal

               di  perkampungan  itu,  tapi  hatinya  terus  terluka.  Setiap  pagi  Shinta  hanya  duduk
               termenung menatap air terjun menimpa bebatuan menyanyikan lagu kerinduan. Shinta

               sedang  mengingat  wajah  suaminya,  wajah  pengembara  yang  salah  masuk  bangunan

               saat hari sayembara. Wajah yang begitu riang saat berhasil menarik busur Dewa Siwa.
               Apakah nasib Shinta lebih baik? Aku tidak tahu, Cindanita. Malam-malam Shinta sering

               menatap  langit  penuh  bintang.  Duhai,  bertanya  dalam  hati  sedang  apakah  suaminya
               saat  ini? Apakah Rama mulai merindukan dirinya? Seperti  dia yang setiap hela nafas

               menyebut  nama  suaminya?  Aku  akan  baik-baik  saja,  Kakanda.  Aku  akan  mampu

               melewati  masa-masa  pengusiran  ini,  Shinta  berbisik,  lantas  berharap  angin  lembah
               membawa kalimatnya tiba di ibukota Ayodya, ribuan kilometer jauhnya.
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59