Page 70 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 70

Kali kedua, dan ini juga fatal sekali; saat Hesty dan Tigor mencuri-curi peralatan kamera

               Papa-nya. Lantas menggunakannya utk foto-foto. Itu barang langka tahun 60-an; hadiah
               istimewa dr duta besar Inggris. Kamera itu rusak. Maka malam itu Hesty dijewer Papa-

               nya. Tigor? Ditampar Mamang (bapaknya), "Kau membuat nona muda menangis, hah.

               Kau pikir kau bisa seenak perut masuk-masuk ke kamar Tuan?". Belum lagi hukuman
               tambahan, bukan sekadar tidur di kursi, Bibi kali ini menyuruh Tigor berdiri di halaman

               rumah  hingga  shubuh.  Malam  itu  hujan  turun  deras.  Hesty  menangis,  mengintip  dari

               teras lantai dua, menatap Tigor yg menggigil kedinginan di halaman bersimbah hujan.
               Hesty  sejak  tadi  sungguh  hendak  menyerahkan  payung;  Papa-nya  mendelik  marah,

               mengunci pintu kamar. Menyisakan isak gadis kecil berambut ikal itu. Itu semua idenya,

               bukan salah Tigor.


               Lepas beberapa hari (tujuh hari) dari insiden kamera tersebut, Papa Hesty mendapat

               tugas menjadi pimpinan di Surabaya. Berangkatlah seluruh keluarga itu ke sana. Rumah
               besar  di  Menteng  hanya  menyisakan  tiga  orang:  Bibi,  Mamang  dan  Tigor.  Sisa-sisa

               kemarahan  soal  kamera  itu  jelas  masih  ada;  jadi  Tigor  hanya  bisa  takut-takut

               melambaikan  tangan  saat  mobil  pergi  mengantar  keluarga  itu  ke  Stasiun  Kota.  Tapi
               bukan Tigor dan Hesty namanya jika mereka mengalah begitu saja. Tigor bergegas dgn

               sepedanya menuju Stasiun Manggarai, sengaja menunggui kereta itu lewat di sana. Dia
               kali  dia  tertipu,  salah.  Kereta  ke-3  dia  benar;  kepala  Hesty  melongok  dari  jendela

               gerbong, melambai2kan tangan. Meski tdk janjian (mereka saja bahkan dilarang bicara

               satu  sama  lain  selama  seminggu  terakhir),  tentu  saja  Hesty  tahu,  mereka  sering
               bersepeda  ke  sini;  lantas  pura-pura  melambaikan  tangan  ke  kereta-kereta  yg  lewat,

               tertawa-tawasoal di sana ada Hesty yg pergi entah kemana.. kali ini benar2 terjadi; dan

               kedekatan itu membuat Hesty yakin Tigor akan berdiri di sana. Hesty yakin sekali. Maka
               setengah  mengharukan  setengah  lucu  melihat  mereka  dada-dada-an..  Kepala  Hesty

               keluar  dari  jendela  gerbong,  Tigor  berlarian  melambai.  Kereta  terus  melaju.  Kali  ini
               Papa Hesty tdk tahu hendak bilang apa lagi, mukanya cuma menggelembung merah.



               Dan waktu berlalu dgn cepat...


               Seperti cepatnya pembangunan yg merubah wajah kota Jakarta... Ali Sadikin menyulap

               jalanan  Thamrin,  kampung  raksasa  itu  berubah  jd  metropolitan.  Lantas  apa  kabar
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75