Page 71 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 71

Hesty-Tigor? Duhai, apalah artinya Jakarta-Surabaya? jarak tidak mampu menaklukkan

               kedekatan.  Mereka  menemukan  cara  baru  utk  terus  berhubungan.  Surat-menyurat....
               Menurut  cerita  Hesty,  selama  14  tahun  Papa-nya  bertugas  di  Surabaya,  dia

               mengirimkan 251 surat buat Tigor. Dan menerima 234 surat balasan. Kenapa balasan

               Tigor  lbh  sedikit?  Aduh,  urusan  ini  menyebalkan  sekali  memang..  di  awal2,  surat
               balasan Tigor terlanjur kena black-list Papa Hesty. Langsung dibakar di perapian rumah

               saat tiba. Hingga Hesty tahu soal itu, dan meminta Tigor mengirimkan surat ke alamat

               temannya. Beres! Masalah itu teratasi... Isi surat2 itu sebenarnya tidaklah berbeda satu
               sama lain, hanya tentang: apa saja yang kamu lakukan seminggu terakhir, bercerita seru

               hal-hal konyol yg dilakukan, ide-ide konyol jika mereka bertemu lagi, dan selalu ditutup

               dgn kalimat: "tidak seru nggak ada Hesty di sini" (atau "tidak seru nggak ada Tigor di
               sini", kalau Hesty yg menulis suratnya).



               Empat  belas  tahun  berlalu,  hingga  akhirnya  hari  yg  terjanjikan  itu  tiba...  Kesabaran
               selalu menaklukkan apapun.



               Papa  Hesty  mendapatkan  penempatan  baru  di  Jakarta.  Kalian  tahu  sebagai  apa?
               Menteri. Mereka tidak kembali ke Menteng, keluarga besar Hesty tinggal di kebayoran

               lama,  Papa-nya  sudah  berumur  60tahun.  Hesty  sudah  dua  tahun  kuliah  di  Surabaya,
               saat pindah ke Jakarta, ia juga pindah kuliah ke UI Salemba. Apa kabar Tigor? Dia tetap

               tinggal di  rumah Menteng, yg sejak dulu disewakan  ke  ekspatriat, keluarga  bule-blue

               yang  bekerja  di  Jakarta.  Sedangkan  Bibi  dan  Mamang  juga  tetap  tinggal  di  sana,  jd
               pembantu keluarga yang menyewa rumah.



               Tapi belasan tahun berlalu, meski tetap tinggal di kamar sempit pojokan rumah, tentu
               saja  Tigor  sekarang  adalah  seorang  pemuda.  Meski  wajahnya  rata-rata  saja  tidak

               ganteng-ganteng amat (hanya menang di ekspresi muka yg selalu gembira, wajah yang
               selalu  tersenyum  menawan),  Tigor  tumbuh  jd  pemuda  yg  pintar.  Dia  kuliah  juga  di

               tahun  ke-2  di  UI  Salemba.  Tubuhnya  cukup  tinggi,  cukup  atletis,  cukup  hitam,  meski

               sama  sekali  tdk  cukup  biasa  utk  ukuran  jaman  itu,  anak  pembantu  kuliah  di  jurusan
               paling  prestisius,  kampus  terkenal  di  Indonesia.  Maka  duhai,  saat  mereka  bertemu

               pertama  kali di  Salemba, momen  itu selalu indah utk  dikenang.  *kalau cerita  ini  bisa
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76