Page 515 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 515

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                penaikan  bendera  merah    putih  di  depan  markas  kepolisian,  setelah
                dimabil tindakan-tidakan penertiban seperlunya.
                        Suatu  pasukan  di  bawah  pimpinan  F.  (wangko)  Sumanti  yang
                ditugaskan ke Girian mula-mula menemui kesulitan, karena komandan
                tawanan  Jepang  Letnan  Van  Emden  tidak  megakui  penyerahan  diri
                pimpinan KNIL, ia bertanggungjawab kepada pimpinan Sekutu. Tetapi
                dalam suatu percakapan bujukan, maka ia secara tiba-tiba disergap  dari
                belakang,  sehingga  terpaksa  menyerah  dan  mengalihkan  tugas
                pengawasan kamp tersebut kepada tentara nasional Indonesia. Dengan
                demikian,  Kompi  143  di  Girian  dapat  ditertibkan,  termasuk  kamp
                tawanan  yang  menampung  8000  Serdadu  Jepang.  Hanya  seorang
                pegawai perkebunan Belanda bernama van Loon dapat meloloskan diri
                dengan menggunakan sebuah perahu kecil ke Ternate.
                        Pada  tanggal  15  Februari  1946  jam  8.00  pagi  diadakan
                perundingan kilat antara pimpinan KNIL/NICA dan pimpinan Pejuang RI
                masing-masing  dibawah  pimpinan  Letkol  de  Vries  dan  Ch.Ch.  Taulu.
                Pertemuan  dilangsungkan  di  Markas  Teling  Manado.  Usaha  de  Vries
                untuk  mempengaruhi  Taulu  dan  kawan-kawannya  supaya  kekuasaan
                militer dikembalikan saja, dengan pelbagai janji, tidak berhasil. Overste
                Dr. Tumbelaka dan Kapten Keseger dapat memahami kesulitan-kesulitan
                dan  beratnya  konsekuensi  yang  akan  dihadapi  Taulu,  jika  ia  bertahan
                dan mendukung ususl-usul de Vries. Tetapi tentara pemberontak tetap
                pada  pendirian,  bahwa  kekuasaan  sejak  tanggal  14  Pebruari  1946
                berada  de  facto  di  tangan  pemerintah  Indonesia.  Dengan  demikian,
                suatu  komando  pemerintahan  nasional  ditetapkan  untuk  daerah
                Sulawesi  Utara  dan  Tengah,  yaitu  wilayah  Keresidenan  Manado,  di
                bawah  pimpinan  B.W.  Lapian,  yang  menggantiakan  NICA  sebagai
                pimpinan  pemerintahan  sipil,  dan  Ch,  Ch.  Taulu,  dibantu  oleh  S.D.
                Wuisan, F.H. Nelwan, dan Fr. Bisman sebagai pimpinan militer.
                                                                           49
                        Dengan  pengambilan  alihan  pimpinan  KNIL  dan  NICA  secara
                sepihak  ini,  maka  semua  warga  Belanda  menjadi  status  tawanan  dan
                mereka diasingkan dalam suatu kompleks perumahan di Sario Manado.
                Para keluarga dapat menggabungkan diri dengan mereka, sedang harta
                milik mereka tidak diganggu, kecuali kendaraan-kendaraan mereka yang
                semuanya  dinyatakan  dalam  rekwirasi.  Yang  tidak  memilih  status
                tawanan  adalah  rohaniwan-rohaniwan  Katolik,  seperti  Pastor,  Frater,






                                                                                 503
   510   511   512   513   514   515   516   517   518   519   520