Page 124 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 124

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                3.2.  Islam dan Kebangsaan
                        Perkembangan  pemikiran  para  tokoh  di  Indonesia  tidak  bisa
                dilepaskan  dari  perkembangan  pemikiran  di  Timur  Tengah.  Para
                pembaharu  di  Indonesia,  terutama  yang  menggunakan  bahasa  Arab
                sebagai  bahasa  perantara  untuk  menambah  pengetahuan  memperoleh
                inspirasi  dari  pemikiran  yang  tumbuh  di  Mesir.  Pemikir  Mesir  yang
                besar  pengaruhnya  antara  lain  Muhammad  Abduh.  Selain  itu,  Syaikh
                Ahmad  Khatib  juga  banyak  memberi  pengaruh  di  Indonesia    pada
                masalah  agama  seperti  soal  waris  (faraidh),  tarekat  dan  ajaran  Syafi’i.
                Pemikiran  Abduh  tentang  pembaruan  pada  dasarnya  bersifat  agama.
                Para  pembaharu  Indonesia  tidak  berhenti  pada  Abduh  saja,  banyak  di
                antara  mereka  yang  menggali  lebih  dalam  dari  sumber-sumber  yang
                dipergunakan oleh Abduh yaitu dari Ibnu Taimiyah dan Ibnu al Qoyyi.
                                                                                 5
                Mereka juga berusaha untuk menafsirkan sendiri sumber dasar Islam.
                        Sejak  akhir  abad  19  banyak  pemikir  Belanda  termasuk  Snouck
                Hurgronje  dan  Hazeu  melihat  Islam  bukan  saja  sebagai  agama  yang
                resmi  dianut  oleh  sebagian  besar  rakyat  di  Hindia  Belanda  tetapi  juga
                sebagai simbol dari kebangsaan dalam pengertian suku bangsa dan etnis.
                Bila saja anak negeri merasa diinjak, pada Islamlah mereka menemukan
                pemecahannya.  Mereka  akan  bergerak  dan  berbuat  atau  berontak  di
                bawah  panji-panji  Islam.  Untuk  itulah  mengapa  Belanda  terus
                melakukan  penyebaran  pendidikan  barat  sebagai  upaya  membendung
                derasnya  pengaruh  Islam.  Akhir  abad  ke-19  memang  ditandai  dengan
                kecenderungan  untuk  mempersamakan  Islam  dengan  bangsa.  Sebagai
                contoh  Budi  Utomo  dalam  rancangan  rumah  tangga  dan  perumusan
                programnya (1912) mencantumkan memajukan Islam sebagai salah satu
                tujuannya. Atau kehadiran Sarekat Islam  (1911) serta merta  mendapat
                sambutan yang hangat dimana-mana tidak hanya di Pulau Jawa tetapi
                kemudian  ke  Sulawesi  dan  Sumatera.  Untuk  itulah  selama  ideologi
                belum  dirumuskan,  SI  terbuka  bagi  siapa  saja.  Tetapi  serentak  ketika
                asumsi  SI  yang  telah  dipengaruhi  ajaran  sosialis  marxis  mewujudkan
                dirinya  dalam  perumusan  yang  lebih  tegas  maka  perpecahan  tak  bisa
                dihindarkan. Hasrat SI untuk  memperjuangkan ‘kemajuan; bagi rakyat
                kecil ‘bangsa Islam’ dalam konteks masyarakat kolonial juga membuka
                kesempatan bagi munculnya Marxisme yang Islamistis. Hal inilah yang
                tegas disuarakan Haji Miscbah di Surakarta dan Haji Datuk Batuah di
                Padang  Panjang.  Dengan  peralatan  ilmu  keagamaan,  kedua  ulama  ini
                menyuarakan  kesejajaran  tujuan  perjuangan  Islam  dan  komunisme.
                Mereka tidak hanya sibuk menulis dan berceramah tetapi juga langsung




                116    Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129