Page 128 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 128
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Pandangan Cipto bahwa kemerdekaan sangat penting bagi
seluruh pribumi di tanah jajahan itu untuk mendapatkan hak-hak dan
hak-hak istimewa yang sama seperti Belanda, sebagai manusia yang
sama belum dipikirkan. Pada tahap ini Cipto mengusulkan supaya
Belanda memberikan persamaan kepada orang-orang pribumi supaya
setaraf dengan orang Belanda sendiri dan bahwa mereka harus
memberikan kembali hak pribumi memerintah negeri mereka sendiri,
dilihat dalam persepsi melanggengkan hubungan antara Negeri Belanda
dan tanah jajahan. Hubungan itu harus tetap ada tetapi sifatnya harus
diubah dari suatu hubungan antara penjajah kepada jajahan menjadi
hubungan antara dua sahabat yang sama derajat dan kepentingan-
kepentingannya. Tetapi masalah pembentukan suatu pemerintahan
terpisah dengan undang-undang dasar terpisah agar mempunyai
persamaan yang diperlukan dalam hubungan ini tidak pernah
12
dipertimbangkan selama masa permulaan pembangunan nasional.
Dalam artikel Vrees voor Demos (Takut Kepada Demos), Cipto
menyatakan bahwa pemerintah kolonial melakukan kebijaksanaan
dualistis karena ia takut kepada penduduk pribumi. Meskipun Cipto
menerima bahwa persatuan yang harus dicapai setiap orang supaya
hubungan antara Belanda dan rakyat Hindia berlangsung terus
merupakan persatuan dan perbedaan, dimana setiap anggota dari
persatuan akan mempunyai kesempatan mengembangkan kepentingan-
kepentingan mereka sendiri ia menegaskan bahwa sebenarnya praktek
dualism itu adalah untuk mencegah rakyat supaya tidak mewujudkan
persatuan seperti itu. Kebijaksanaan ini menurut cipto memperkuat
dibentuknya golongan dan perbedaan-perbedaan golongan dalam
masyarakat antara pemerintah dan yang diperintah. Cipto menyebutkan
kebijaksanaan pendidikan pemerintah kolonial yang diskriminatif
merupakan upaya untuk menghidupkan perbedaan itu berlangsung terus
menerus.
Cipto mengemukakan, keengganan Belanda menyebarkan
pendidikan barat di tengah-tengah penduduk pribumi yang luas, bukan
karena alasan berapa banyak peradaban Eropa itu dapat dikunyah
masyarakat Jawa sebelum mereka sakit perut tetapi lebih banyak karena
rasa takut dengan kemajuan pemikiran bangsa Indonesia. Cipto
menegaskan, ketakutan Belanda terhadap pengaruh pendidikan Barat
kepada golongan pribumi adalah karena Belanda tidak dapat
memastikan berapa berat takaran pendidikan itu yang baik bagi pribumi
dan tidak mengganggu kepentingan-kepentingan Belanda.
120 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya