Page 132 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 132

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                        Tulisan  dengan  menggunakan  gaya  bahasa  halus,  tepat,  dan
                tandas,  merupakan  tamparan  halus  dan  sekaligus  kritik  pedas  bagi
                pemerintah  kolonial  atau  penjajah.  Brosur  telah  tersebar,  ketika  secara
                tiba-tiba  pihak  Kejaksaan  memerintahkan  untuk  menyitanya.  Hal  itu
                tidak  akan  mungkin  dilaksanakan  secara  tuntas,  karena  brosur  yang
                dicetak  besar-besaran  dengan  menggunakan  bahasa  Melayu  yang
                dikuasai  sebagian  besar  rakyat  pribumi,  telah  tersiar  di  seluruh  tanah
                Jawa. Hakim Pengadilan (officier van Justitie) Monsanto didatangkan dari
                Batavia  ke  Bandung  untuk  memeriksa  ‘perkara  Soewardi’  tersebut.
                Dalam  hal  ini  Soewardi  dianggap  membakar  semangat  dan
                mempengaruhi golongan pribumi untuk melawan kebijakan pemerintah.
                Ia dituduh pula menyebarluaskan rasa permusuhan antar golongan dan
                berusaha  memecah  belah  lapisan  masyarakat  yang  ada  di  Hindia
                Belanda.
                        Setelah  pemeriksaan  Soewardi  berakhir,  pada  20  Juli  1913  dr.
                Tjipto  Mangoenkoesoemo  menyerang  pemerintah  dengan  tulisan  yang
                dimuat  di    surat  kabar  “De  Express”,  berjudul  “Kracht  of  Vrees?”
                (“Kekuatan atau Ketakutan?”),  sebuah karangan dengan menggunakan
                bahasa  Belanda.  Dalam  tulisan  tersebut  dinyatakan  bahwa  pemerintah
                kolonial  sesungguhnya  telah  menyadari,  apa  yang  akan  terjadi  setelah
                brosur  pertama  beredar’,  yang  semestinya  mereka  siap  untuk
                menanggung  akibatnya.  Beberapa  petugas  datang  ke  kantor  Comite
                Boemi Poetra untuk menyita semua brosur karangan Soewardi. Apakah
                tindakan yang berwenang dan sikap polisi tersebut merupakan pameran
                kekuatan?  Selama  itu,  orang-orang  Belanda  memandang  masyarakat
                pribumi  tidak  lebih  daripada  suatu  bangsa  budak  saja.  Selanjutnya,
                Tjipto  menyadarkan  bahwa  kaumnya  adalah  pemilik  negeri  ini.
                Meskipun  tanpa  senjata,  golongan  pribumi  akan  tetap  berjuang.  Kita
                mempunyai kekuatan! serunya. Tjipto meminta bangsanya menyokong
                Comite  yang  telah  didirikan  dan  berharap  agar  mereka  memikirkan
                nasib Soewardi yang harus mempertanggungjawabkan tulisannya.
                        Selanjutnya,  Cipto  Mangoenkoesoemo  mengatakan,  andaikata
                uang teman-teman berlebih, dia minta agar uang tersebut dikirimkan ke
                Comite  Boemi  Poetra  dan  nanti  dengan  caranya  sendiri,  Comite  akan
                memperingati  “100  tahun  Kemerdekaan  Belanda”  itu.  Jika  nanti  yang
                menamakan  diri  Nederlander  atau  orang  Nederland  di  dalam  pesta
                tersebut minum minuman keras dengan iringan  toast dan dalam pidato
                menyatakan manisnya kemerdekaan, maka Tjipto mengingatkan bahwa





                124    Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137