Page 130 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 130
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Di tengah situasi tersebut, pada Juli 1913, pemerintah kolonial
Hindia Belanda akan merayakan satu abad (100 tahun) kemerdekaan
negeri Belanda dari penjajahan Perancis di jaman Napoleon. Menurut
rencana, perayaan tersebut hendak diselenggarakan pada 15 Nopember
1913 dalam bentuk pesta besar-besaran orang-orang Belanda dengan
dananya berasal dari pungutan uang rakyat secara paksa guna
penyelenggaraan perayaan tersebut. Rencana ini mendapat reaksi keras
dari kalangan masyarakat pribumi yang berpendapat bahwa tidak
sepantasnya jika suatu perayaan kemerdekaan akan diselenggarakan
dalam negara yang sedang mengalami penjajahan. Perayaan ini sangat
menghina dan melukai perasaan kebangsaan, diantaranya para
pemimpin Indische Partij.
Douwes Dekker melakukan protes agar pesta ‘100 tahun
Kemerdekaan Belanda” dilakukan di tempat tertutup, seperti Societeit
(Kamar Bola), tempat orang-orang Belanda bersantai dengan bermain
biljart (bola sodok), tanpa mengikutsertakan kaum pribumi. Protes ini
ditulis dalam bahasa’ Melayu pasar’ atau ‘bahasa pelabuhan’ dengan
banyak anak kalimat dan bernada marah yang dilontarkan pada panitia
perayaan tersebut. Tulisan tersebut berjudul, “Wij Zullen Niet Mee” (Kami
Tidak Akan Turut), antara lain berbunyi:
“…..Mengapa kamoe tidak merayakan pesta itoe di dalam kamar bolah
dengan pantes-pantes, di tempat sendirian, dimana kamoe dapat
minoem-minoem soepaja moedah akan berminoem atas kehormatan
tanah aiermoe? Tentoe kamoe ta’ akan mendengar setjara bentjih
daripada kami dalam perajaan itoe, kerna kami tidak haroes toeroet
pesta, tentoe kamoe tida akan mendengar setjara salah seorang dari
medan kami, jang soeka berpidato, seperti kehendak saja akan nantang
pada kamoe orang, jang membuat pesta sematjam itoe. Kalau ada
begitoe tiadalah kamoe akan dapat melarang pada saja akan berpidato
begitoe. Sjoekoerlah sekarang soedah banjak orang, jang djadi besar di
dalam sekolah saja, ja’ni sekolah kemerdekaan.
Ja, Toewan-toewan commisie, mengapakah kamoe tidak bersoeka-soeka
15
di medan kamoe empoenja kaoem sendiri?.... .
R.M. Soewardi Surjaningrat segera menulis, “Als Ik eens
Nederlander was…” yang dicetak oleh De Eerste Bandoengsche Publicatie
Maatschappij (kongsi yang mengelola berita pertama di Bandung di
bawah pimpinan J.F. Wesselius, penerbit Surat kabar De Express) dalam
122 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya