Page 127 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 127
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
mana tempat orang Islam berdiam, di tempat itulah ia harus mencintai
dan bekerja untuk keperluan negeri dan rakyatnya. Nasionalisme yang
semacam itulah nasionalisme Islam yang menjadi dasar yang kuat bagi
sosialisme yang tersiar di seluruh muka bumi. 10
3.3. Nasionalisme Politik
Ketika dokter Tjipto Mangunkusumo, sang ‘demokrat sejati
sebagaimana biografnya menjulukinya gagal meyakinkan kongres BU
agar terlibat dalam politik, ia keluar dari BU dan bersama-sama dengan
Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat ketua cabang SI Bandung,
mendirikan Indische Partij, pada tahun 1922. Partai tidak berhasil
mendapatkan ijin, tetapi gagasan yang ditinggalkannya adalah bagian
yang otentik dalam pencarian batas-batas komunitas bangsa. Bangsa
Hindia menurut gagasan partai ialah semua mereka yang menetap di
kepulauan ini. Adapun latar belakang etnis atau bahkan ras mereka
adalah blijvers yang sebangsa. Status mereka berbeda dengan mereka
yang bolak balik ke negeri induk yaitu kaum trekkers yang merupakan
kelas penguasa.
Status dalam struktur kekuasaan sebagai landasan pembatasan
dalam konteks Negara kolonial memang cukup menarik. Akan tetapi
ternyata landasan ideal ini menjadi tak realistis kalau telah dikenakan
pada realitas masyarakat kolonial. Ketentuan hukum kolonial telah
membagi mereka yang blijvers itu atas kelas-kelas rasial. Pribumi berada
pada kelas yang terbawah ini bisa berubah jika mendapatkan geleidgeste
11
atau persamaan status hukum .
Seperti Soewardi dan Soetomo, Cipto Mangunkusumo dapat
menyatakan pandangan-pandangannya dengan baik dalam tulisannya
dan menggunakan surat kabar sebagai salah satu sarana yang paling
tepat menyampaikan pandangan-pandangannya kepada bangsa
Indonesia setidak-tidaknya kepada para cendekiawan Indonesia.
Sebelum ia dibuang ke Negeri Belanda tahun 1913 ia adalah wakil
redaktur De Express dan De Tijdschrift, keduanya organ Indische Partij. Ia
mengakui bahwa ia belajar jurnalistik dari sahabatnya Douwes Dekker.
Ketika di pembuangan di Negeri Belanda, Cipto bergabung dengan De
Indier. Dalam kesempatan tersebut ia mengemukakan gagasannya
bahwa bangsa Belanda melakukan penindasan kepada penduduk
jajahan.
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 119