Page 208 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 208
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
komentarnya atas prasaran Dr. Sutomo, Sutopo Adisaputra, dan
Dr. Wediodingrat, cenderung negatif sebab para pembicara ini dalam
penilaiannya telah memojokkan kecerdasan atau intelektualisme. Lalu
apa yang sesungguhnya hendak dikemukakan oleh Sutan Takdir
Alisjahbana?
Yang hendak saya nyatakan sekarang hanyalah
bahwa prasaran itu kebanyakan mengandung semangat
anti-intelektualisme, anti-egoisme, dan anti-materialisme.
Di samping yang negatif, yang anti itu ternyata
kebanyakan menghendaki kembali kepada yang lama, lari
ke pesantren. Bukan suatu kebetulan Tuan Dr. Sutomo, Ki
Hajar Dewantara, dan Sutopo Adisaputra sama-sama
mempropagandakan pesantren dalam prasarannya,
meskipun misalnya pesantren yang dikemukakan Dr.
Sutomo tidak sama dengan pesantren yang yang
dikehendaki oleh Ki Hajar Dewantara. Kalau saya tak
keliru, Dr. Sutomo mengemukakan pesantren terutama
sekali untuk menekan biaya menyebarkan kecerdasan. Bagi
Ki Hajar Dewantara, pesantren ialah pusat pendidikan
budi pekerti sebagai lawan sistem sekolah Barat.
Maka menurut pikiran saya, dalam pendirian anti-
intelektualisme, anti-materialisme, dan pro-pesantren ini,
ada terselip kesalahan berpikir, kesalahan analisis,
46
kesalahan mengemukakan persoalan.
Sutan Takdir Alisjahbana dalam tulisannya menegaskan bahwa
pada umumnya orang-orang terpelajar di masa itu adalah hasil didikan
Barat namun sayangnya tanpa mereka sadari masalah di Barat lalu juga
menjadi persoalan bangsa Indonesia. Padahal, menurutnya, persoalan
bangsa ini sejatinya bukan persoalan seperti yang ada di Barat, yaitu
persoalan yang berkaitan dengan masalah intelektualisme,
individualisme, egoisme, dan materialisme, namun adalah persoalan
kurang dimanfaatkannya otak atau kecerdasan. Bangsa Indonesia,
menurut Sutan Takdir Alisjahbana, telah hidup berabad-abad hanya
sebagai parasit atau seperti benalu yang selalu menempel ke masa silam.
Berkat didikan Barat itu bangsa kita mulai
memakai otaknya, mulai mempertimbangkan sendiri
semua masalah, mulai berontak sebagai manusia yang ikut
arus kebiasaan. Terhadap semua masalah, masyarakat di
kalangan bangsa kita mulai timbul pikiran baru, orientasi
baru: dalam hal politik, sosial, kebudayaan, dan agama.
200 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya