Page 210 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 210

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                       dicita-citakannya,  dan  kapalnya  terus  dilayarkan  menuju
                       ke arah cita-cita itu.

                               Indonesia  sekarang  perlu  putra-putra  yang  tajam
                       pikirannya, individu yang mempunyai pikiran, pandangan,
                       dan  perasaan  sendiri,  yang  tahu  mengemukakan  dan
                       mempertahankan      kepentingan   dan    haknya,   yang
                       senantiasa  berjuang  keras  memperbaiki  kehidupan  dan
                       penhidupannya  lahir  batin.  Untuk  mencapai  semua  itu,
                       maka  suara  negatif  yang  terdengar  pada  kongres
                       Permusyawaratan Perguruan Indonesia di Solo itu:
                               anti-intelektualisme
                               anti-individualisme
                               anti-egoisme
                               anti-materialisme
                       harus  diganti  dengan  semboyan  positif  yang  gembira
                       berapi-api:
                               Otak Indonesia harus diasah menyamai otak Barat!
                               Individu harus dihidupkan sehidup-hidupnya!
                              Kesadaran  akan  kepentingan  diri  harus  disadarkan
                              sesadar-sadarnya!
                               Bangsa  Indonesia  harus  dianjurkan  mengumpulkan
                              harta dunia sebanyak mungkin!
                               Ke segala penjuru bangsa Indonesia harus berkembang.
                                                                             48

                       Pendapat atau pandangan Sutan Takdir Alisjahbana yang dapat
                dikatakan  sebagai  lantang  tersebut,  tentu  saja  mendapat  reaksi  atau
                tanggapan  dari  banyak  tokoh  dan  pendidik  atau  guru,  utamanya  yang
                namanya langsung disinggung dan pendapatnya langsung pula dicuplik
                dengan  sejumlah  catatan  kritis.  Oleh  sebab  itu  tidaklah  mengherankan
                apabila kemudian dapat kita baca tanggapan, pandangan, atau komentar
                                                                                51
                                                     49
                                                                   50
                dari sejumlah tokoh seperti R. Sutomo,  Tjindarbumi,  Adinegoro,  M.
                                               53
                      52
                Amir,  dan Ki Hajar Dewantara  dalam kaitan menanggapi kritik Sutan
                Takdir Alisjahbana. Terlepas dari nada saling-kritik yang begitu tajam,
                tidak  mungkin  dimungkiri  bahwa  polemik  seputar  pendidikan  ini
                memberikan  pembelajaran  yang  sangat  penting  bagi  kita  semua,
                utamanya  pembaca  yang  ingin  selalu  mengaktualkan  diri  dengan
                kemajuan zaman.








                202    Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215