Page 471 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 471

yang pucat itu, mata yang terbelalak liar, Ouw Sian Kok cepat meloncat dan

               memegang lengan Liu Bwee, ditariknya keluar dari istana. Setelah tiba di luar

               istana, Ouw Sian Kok berkata suaranya tegas dan penuh rasa iba, "Liu-toanio,

               kuatkanlah hatimu. Ingatlah apa yang telah kita alami di pulau kosong itu. Badai

               itu hebat bukan main, selama hidupku belum pernah mengalami badai sehebat

               itu. Pulau Es ini tidak begitu jauh dan melihat hebatnya badai, tidak salah lagi

               bahwa pulau ini pun dilanda badai." Bagaikan kilat cepatnya gerakan Liu Bwee

               ketika dia membalikan tubuh memandang pria itu, matanya terbelalak. "Ahhh....!

               Kau benar....! Badai itu! Pulau Es diamuk badai dan disapu bersih oleh badai. Ya

               Tuhan....!" Liu Bwee mendekap mukanya dengan kedua tangan, menjatuhkan diri

               berlutut di atas es dan menangis sesenggukan.


               "Aku khawatir sekali, Tonio, bahwa tidak hanya bendabenda yang disapu bersih

               dari  permukaan  pulau  ini,  melainkan  juga  para  penghuninya.  kalau  ada

               penghuninya yang selamat, mustahil mereka meninggalkan pulau. Siapa yang

               mampu melawan kedahsyatan badai seperti itu?"


               "Kau benar... ah... suamiku.... aihhh, semua saudaraku di

               Pulau Es,      benarkah      kalian tewas semua?          Benarkah      ini?


               Ataukah hanya mimpi...?" Seperti orang kehilangan ingatan Liu Bwee mendekati

               istana,  meraba-raba  tembok  istana  dan  berbisik-bisik.  Melihat  ini  Sian  Kok

               merasa kasihan sekali akan tetapi karena dia maklum akan kehancuran hati bekas

               permaisuri  Raja  Pulau  Es  itu,  dia  hanya  memandang  dan  menjaga,

               mendiamkannya saja.

               "Ohhh.... mereka semua tewas? Semua tewas....? Siapa percaya.... suamiku begitu

               gagah perkasa, berilmu tinggi, tak mungkin dia tewas oleh badai...." Liu Bwee

               berbisik-bisik  dan  meraba-raba  tembok  seolah-olah  dia  hendak  bertanya  dan

               mencari keterangan kepada dinding batu itu. Tiba-tiba jari tangannya menyentuh

               huruf-huruf terukir di situ. Matanya terbelalak memandang dan bibirnya bergerak

               membaca tulisan yang dikenalnya benar, tulisan suaminya yang dibuat dengan



                                                           470
   466   467   468   469   470   471   472   473   474   475   476