Page 11 - episode-1
P. 11

Namamu Sulastri                                                        Episode I


                                                            2



                                      PARA BINTANG JEMBATAN





                        Di bawah pohon trembesi ‘Samanea Saman’ tua, yang rindangnya mena-ungi lebar
                     jalan, Lastri menghabiskan waktu paginya menunggu Abdul mengajaknya bermain.

                        Burung bangau putih kaki panjang hinggap di perahu nelayan, mematuk sisa ikan
                     tercecer di dasar perahu; terbang kemudian hinggap di tepian sungai di kaki Lastri. Ia
                     mengajak Lastri bercanda, pamer keindahan bumi yang disaksikannya ketika ia bebas

                     terbang di langit.
                        “Ceritakan kepadaku tentang keindahan bumi jika kau terbang bebas di angkasa, hai
                     bangauku.”
                        Seperti anak-anak kecil lain yang mengoceh sendiri, Lastri tak peduli bangau tidak

                     juga bercerita.
                        “Kau pasti tak sanggup membawa aku terbang, menikmati keindahan kebe-basanmu.
                     Bentang sayapmu ringkih seperti kakimu. Keindahan bumi hanya sekejap kau nikmati,

                     kau akan hinggap kembali.”
                        “Aku ingin seperti elang; ibuku setia melindungi masa kecilku di sarang yang tinggiiiiii
                     sekali. Bapakku perkasa, kakinya kokoh, cakar tajam, paraunya bak pedang, bertarung
                     jantan, setia pada ibuku. Aku akan terbang saat aku mampu mencari hidupku.”
                        Bangau itu terbang selangkah, pindah ke tonggak kayu tempat tambat perahu.

                        “Lihat mak,” teriak Yu Sri dari seberang warung Mak Rosidah, “Lastri bermain di
                     sungai.”
                        Mak  Rose  bergegas keluar warung, langkahnya setengah berlari  meng-hampiri

                     Lastri. Kecemasan Mak Rose sudah terbawa sejak langkah pertama keluar dari pintu
                     warung sampai ia melihat Lastri di bibir kolam menjelang pintu bendungan.
                        “Sudah berulang kali aku peringatkan jangan bermain di sungai,” kata Mak Rose
                     lembut, menahan rasa cemas dan geramnya. Ia tidak tegah berkata keras kepada Lastri.

                     Semarah apapun Mak Rose, dia berucap penuh kasih sayang.
                        Mak Rose menarik tangan Lastri, mencabut keasyikan Lastri bermain air bercanda
                     dengan bangau. Lastri pagi itu kehilangan kesempatan bermain dengan Abdul dan

                     teman kecilnya, Najib dan Akmal.  Terlalu lama Lastri menunggu, mereka  belum
                     bangun tampaknya.
                        “Sudah berulang kali Emak ingatkan jangan bermain di sungai, jangan bermain di

                     rel, dan jangan keluar  malam-malam,” kata Mak Rose sambil ber-jalan kembali


                                                           11
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16