Page 16 - episode-1
P. 16

Namamu Sulastri                                                        Episode I


                        “Bagaimana emak bisa membayar uang sekolah? Mahal, Mak,” kata Lastri. “Emak
                     juga semakin tua.”
                        “Kamu yang akan membantu Emak mengelola warung. Kamu bisa, kamu sudah

                     mulai dewasa sekarang,” kata Mak Rose meletakkan piring bersih ke tempatnya.
                         “Kamu kan yang menata kursi, meja dan lampu. Kamu juga yang mengajari emak
                     menata sajian di piring; bagaimana meletakkan nasi dan bentuknya, sayur, lauk dan
                     sambal agar tidak seperti onggokan sampah.”

                        Warung “Mak  Rosidah” enam bulan terakhir perlahan-lahan berubah cantik,
                     semakin menarik; memberikan sentuhan  prestige  bagi pelanggan.  Tapi Mak Rose
                     selalu tutup malam kendati banyak pelanggan menyarankan. Dia khawatir pelanggan

                     yang datang laki-laki dan perempuan pasar malam. Dia tidak mungkin menolak.
                        Semua sudah berubah. Rumah Warung Mak Rosidah menjadikan rel kereta dan
                     sungai bagian dari konsep warung; dan sebaliknya, warung menjadi bagian dari
                     landscape rel dan sungai. Rolak itu juga sudah berhias lampu warna-warni, cahayanya

                     memantul di sungai menampilkan keindahan dan menghapus kumuh.
                        Semua ide Lastri. Dia juga yang memasang lampu-lampu berkap bambu.  Dia
                     minta Parmin dan Abdul membantu menata meja dan kursi, juga mema-sang papan

                     nama “Warung Mak Rosidah” yang menghiasi wajah atas warung.
                        “Sekarang tinggal satu langkah lagi, katamu,” tambah Mak Ros mengulang ucapan
                     Lastri. “Merekrut karyawan dan mengelola sistem kuangan. Mak tinggal ongkang-
                     ongkang kaki menghitung uang. Abdul bisa kita rekrut jadi karyawan resmi. Kita cari

                     satu karyawan wanita lagi dan jurumasak, kalau itu memang perlu.”
                        “Itu yang Lastri maksud; berhenti sekolah untuk mengelola warung,” tukas Lastri.
                        “Kau pikir warung akan selamanya memberi makan kita? Tidak Lastri,” tukas Mak

                     Rose. “Setiap usaha ada saat di atas, ada saat menukik. Kita tidak tahu sampai kapan
                     warung ini memberi kita makan, kapan menukik turun. Tapi kepandaian akan terus
                     bertambah jika kau sekolah.”

                        “Tanah yang kita tempati inipun sewa, sewaktu-waktu akan dicabut hak sewa oleh
                     pemiliknya,” tambah Mak Rose.
                        Lastri menyerah. Emak benar, pikir Lastri. Apa yang bisa dia lakukan dengan ijazah

                     SMP kalau warung itupun bangkrut, atau tanah yang ditempati diambil pemiliknya.
                        “Suatu saat kau akan pergi dari sini. Tidak butuh warung lagi. Emak juga—pasti
                     semakin tua tenaga semakin berkurang.  Biar mereka, Abdul dan siapa saja    yang
                     melanjutkan masa depan warung.”

                                                          




                                                           16
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21