Page 14 - episode-1
P. 14

Namamu Sulastri                                                        Episode I


                        “Kamu kayak kecebong tak berekor,” teriak Lastri yang menyaksikan ulahnya dari
                     pagar jembatan. Tubuh Abdul memang gembul, kakinya kelihatan lebih pendek, tak
                     sesuai dengan badannya.

                        “Lihat aku menyelam,” teriak Abdul ke Lastri.
                        Lama Abdul tak muncul. Lastri hampir saja beteriak minta tolong, tiba-tiba Abdul
                     nyembul. Mulutnya menyembur kehabisan oksigen.
                        “Ayo kita main petak umpet,” ajak Lastri ke Najib dan Akmal di sebelahnya.

                        Jembatan rolak itu satu tempat main yang aman, sejuk. Sentuhan air terasa lewat
                     percikan-pericakan dan hembusan angin. Jalan aspal jembatan yang lebar dan panjang
                     menjadi satu-satunya pilihan.

                        Abdul sebentar kemudian bergabung. Rambutnya masih basah, merembes memba-
                     sahi kaosnya.
                        “Hom pimpa dulu, siapa yang kalah jadi kucingnya, yang lain tikus.”
                        Empat serangkai itu saling berhadapan, menyiapkan tangan kanan masing-masing.

                     “Hompimpa wolak walik gambreng,” suara mereka bersamaan sambil menggerakkan
                     tangan kanan. Pada kata ‘gembreng’ serentak mereka menentukan pilihan: telapak
                     terbuka atau punggung tangan. Salah satu tangan yang berbeda dari yang lainnya

                     menang, tidak mengikuti hom pimpa berikutnya, sampai tinggal dua pemain saja.
                        Dua pemain tersisa ditentukan hasil pingsut; tangan kanan keduanya menggeng-
                     gam, diayun dan secara  bersamaan membuka salah satu jari  pilihan.  Jari telunjuk
                     diartikan orang, yang unggul atas jari kelingking yang diartikan semut. Telunjuk kalah

                     oleh jempol yang diartikan gajah. Gajah kalah sama semut; meski gajah besar, semut
                     kecil. Satu semut masuk lubang kuping,  gajah akan geleng-geleng kepala.  Seribu
                     semut, gajah bisa membenturkan kepala ke pokok kayu, atau tembok kandangnya.

                        Lastri kalah,  dia menutup matanya,  menelungkupkan  muka ke tembok  pilar
                     jembatan. Dalam hitungan 20, tiga temannya harus sudah sembunyi. Sang kucing
                     Lastri memburu tikus yang sembunyi di mana saja. Kucing akan menyebut nama tikus

                     jika diketahui tempat dia sembunyi. Tikus dan kucing akan beradu cepat menyentuh
                     tembok tempat kucing menutup mata. Tikus yang ketahuan dan kalah adu cepat akan
                     menggantikan posisi kucing.

                        Lastri mencari tiga temannya. Persembunyian yang paling aman, jongkok di balik
                     rumah-rumah gubuk yang berjajar di tepi jembatan rel kereta di sisi barat jembatan
                     rolak. Sebagian lainnya jajaran rumah petak di stren sungai di sisi timur. Sungguh
                     menyulitkan Lastri. Apalagi kalau mereka ada yang sembunyi di dalam gubuk.

                        Lastri memutuskan mencari ke sisi timur, lebih aman tanpa melintasi rel kereta.
                     Dua orang temannya ditemukan di sana; tinggal satu si Abdul. Lastri mencari di sisi
                     barat. Ketemu juga, Abdul sedang disuapi sarapan oleh ibunya.


                                                           14
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19