Page 91 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 OKTOBER 2020
P. 91

Ringkasan

              Sejumlah pengusaha membeberkan salah kaprah buruh dalam memahami Undang-undang Cipta
              Kerja (UU Ciptaker) yang memicu aksi demonstrasi di berbagai daerah. Ketua Umum Asosiasi
              Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi B Sukamdani menjelaskan soal kesalahan pemaknaan
              buruh terkait outsourcing yang sebelumnya dibatasi dalam Pasal 66 UU nomor 13 tahun 2003
              Ketenagakerjaan.



              PENGUSAHA BUKA SALAH KAPRAH PEMAHAMAN BURUH SOAL UU CIPTAKER

              Sejumlah pengusaha membeberkan salah kaprah buruh dalam memahami Undang-undang Cipta
              Kerja (UU Ciptaker) yang memicu aksi demonstrasi di berbagai daerah. Ketua Umum Asosiasi
              Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi B Sukamdani menjelaskan soal kesalahan pemaknaan
              buruh terkait outsourcing yang sebelumnya dibatasi dalam Pasal 66 UU nomor 13 tahun 2003
              Ketenagakerjaan.

              Ia menyatakan pada dasarnya, UU Ketenagakerjaan tak membatasi outsourcing atau pekerja
              alih daya. Pasalnya, hal tersebut merupakan model bisnis yang dijalankan hampir di seluruh
              sektor usaha dan diterapkan di berbagai negara. "Kalau kami melihat secara lebih objektif itu
              adalah bisnis model di seluruh dunia. Yang namanya outsourcing itu sesuatu yang umum dan
              lumrah karena dunia menuju pada spesialisasi. Jadi salah kaprah," ujarnya di Menara Kadin,
              Jakarta Pusat, Kamis (15/10).

              Menurut Haryadi, ketentuan outsourcing dalam Undang-undang Ciptaker justru mengembalikan
              konsep  yang  semula  diusulkan  dalam  UU  Ketenagakerjaan.  Sebab  seharusnya  tak  ada
              pembatasan  melainkan  perlindungan  terhadap  pekerja  outsourcing  agar  terpenuhi  hak-hak
              normatifnya.  "Dulu  kan,  ditulis  hanya  ada  5  sektor  yang  bisa  outsourching.  Seperti  pekerja
              security,  driver  dan  lain-lain.  Itu  padahal  di  UU  13/2003  ada  di  penjelasan  contohnya.  Tapi
              karena dinamika politik di era SBY malah ditarik jadi Permen, ini kan jadi kacau," tuturnya.

              Selain itu, Hariyadi juga menjelaskan kesalahan buruh dalam memahami upah minimum dalam
              UU  Ciptaker.  Menurutnya,  upah  minimum  semula  didesain  sebagai  jaring  pengaman  sosial.
              Target upah minimum juga bukan seluruh pekerja melainkan pekerja baru. "Jadi upah minimum
              kami  kembalikan  pada  filosofinya  sebagai  jaring  pengaman  sosial.  Sebab  pada  prakteknya
              selama ini upah minimum bergeser, bukan jaring pengaman sosial tapi jadi upah rata-rata. Ini
              dikeluhkan  sebagian  pelaku  usaha  dan  UMKM  karena  revenue  dan  beban  tidak  matching,"
              tuturnya.

              Selain itu, ia juga menyoroti persoalan pesangon yang berkurang dari 32 kali menjadi 25 kali
              dan  memunculkan  penolakan  keras  di  kalangan  buruh.  Padahal,  dalam  penyusunan  naskah
              akademik di UU Ketenagakerjaan, pesangon hanya diusulkan sebanyak 19 kali. Namun karena
              Menteri Ketenagakerjaan Jacob Nua Wea saat itu berasal dari kalangan buruh, jumlah pesangon
              dirombak menjadi sebanyak 32 kali.
              Padahal pada praktiknya, selama 17 tahun, ketentuan pesangon tersebut tak bisa dijalankan.
              Sebab total pengeluaran pengusaha untuk jaminan sosial buruh hingga membayar lembur sudah
              tinggi.

              "Jadi perusahaan harus mencadangkan pesangon totalnya kira-kira 8 persen. Kalau ditambah
              dengan  jaminan  sosial  itu  kira-kira  10,24  -11,17  persen  ditambah  kenaikan  rata-rata  upah
              minimum per bulannya sekitar 10 persen," tutur Haryadi "Ditambah lagi dengan pencadangan
              terkait lembur dan sebagainya kami menghitung kurang lebih kami harus mencadangkan 30
              persen," tandasnya.


                                                           90
   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96