Page 163 - Buku Handbook HC Policy V1,0-23122020
P. 163
Hubungan Industrial
Pelanggaran dan Sanksi (1 dari 3)
Latar Belakang:
Hubungan Industrial antara Perusahaan dan Karyawan selalu diupayakan dalam suasana yang harmonis dan kondusif namun
dalam tingkat disiplin diri yang tinggi untuk memungkinkan secara bersama sama mencapai tujuan melalui pendaya gunaan
seluruh sumber daya manusia secara optimal dan efisien. Oleh karenanya budaya disiplin harus ditegakkan secara konsisten dan
berkesinambungan melalui perangkat aturan yang lengkap dan efektif.
Maksud dan Tujuan:
Perlu adanya kebijakan yang mengatur mengenai Pelanggaran dan Sanksi di lingkungan PT PEGADAIAN (Persero).
Pernyataan Kebijakan:
1. Pemrosesan terhadap pelanggaran ketentuan yang berlaku di Perusahaan terbagi ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Perbuatan yang diproses/dilaporkan ke pihak berwajib; dan
2. Perbuatan Yang Diproses Berdasarkan Mekanlsme Interen dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
2. Perbuatan yang diproses/dilaporkan ke pihak berwajib:
1. Status Karyawan Yang Diproses Pihak Yang Berwajib:
1. Apabila Karyawan yang diproses pihak berwajib kemudian tidak terbukti secara hukum atau
penyidikan/penuntutannya dihentikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian
Penyidikan/Penuntutan (SP3) maka Karyawan terbebas dari sanksi dan hak-haknya dipulihkan seperti
semula;
2. Apabila Karyawan yang diproses pihak berwajib tetapi tidak ada kejelasan tindak lanjut setelah
melewati waktu 6 (enam) bulan sejak dilakukan pelaporan tetapi berdasarkan pemeriksaan intern
terdapat pelanggaran SOP maka dilakukan perundingan dengan Serikat Pekerja untuk memutuskan:
1. Karyawan dijatuhkan sanksi/PHK secara serta merta oleh Perusahaan; atau
2. Ditempuh mekanisme pemeriksaan pelanggaran di tingkat interen dan/atau lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
3. Karyawan yang diduga terlibat/melakukan tindak pidana dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaannya,
tetapi sifatnya tidak melawan kepentingan Perusahaan atau pelaksanaan pekerjaan tersebut telah
sesuai dengan SOP atau dalam rangka membela kepentingan Perusahaan, maka terhadap Karyawan
tersebut tidak dapat dijatuhi sanksi melainkan wajib mendapatkan pembelaan atau Bantuan Hukum
dari Perusahaan;
4. Perbuatan yang diproses pihak berwajib yang diduga bersifat kolektif harus diproses secara menyeluruh
sesuai dengan tingkat kesalahan masing-masing tanpa ada diskriminasi.
2. Bantuan Bagi Keluarga Karyawan Yang Ditahan Pihak Berwajib:
1. Pada prinsipnya, Karyawan yang ditahan oleh pihak berwajib tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum
ada putusan pengadilan pidana yang berkekuatan hukum tetap sehingga hubungan kerja tidak
terputus;
2. Penghasilan Karyawan yang menjalani penahanan sebagaimana dimaksud pada Point 1 seluruhnya tidak
dibayarkan sama sekali tetapi Perusahaan wajib memberikan bantuan kepada keluarga Karyawan yang
menjadi tanggungannya berupa:
1. 0% (nol perseratus) dari upah terakhir untuk Karyawan dengan status TK;
2. 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah terakhir untuk Karyawan dengan status KO;
3. 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah terakhir untuk Karyawan dengan status K1;
4. 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah terakhir untuk Karyawan dengan status K2; dan
5. 50% (lima puluh lima perseratus) dari upah terakhir untuk Karyawan dengan status K3 atau
lebih.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Point 2 tidak berlaku bagi Karyawan yang ditahan karena
menjadi tersangka/lerdakwa tindak pidana lalu lintas karena kelalaian sehingga Penghasilannya tetap
dibayarkan sebagaimana biasa dengan memperhatikan sifat dari jenis-jenis penghasilan.
4. Dalam hal Karyawan dibebaskan dari tahanan dan dipekerjakan kembali, maka:
1. Upah selama dalam mass tahanan tetap tidak dibayarkan;
2. Bantuan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada Point 2 tidak diperhitungkan
sebagai hutang Karyawan kepada Perusahaan.
163