Page 349 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 349

Bab XXXIV — Cara Pembelajaran di India


            dan bumi serta filosofi manusia (secara harfiah: ‘keindahan esensial
            dari prinsip-prinsip hidup sebagai manusia’). Seseorang yang telah
            belajar  sejauh  ini  (buku  ini),  dikatakan  telah  menguasai  ilmu  tata
            bahasa, dan mungkin setara dengan orang yang telah mempelajari
            Sembilan Ajaran Klasik dan semua tulisan penulis Tiongkok.


                 Semua  buku  di  atas  dipelajari  baik  oleh  biksu  maupun  umat
            awam. Jika tidak, mereka tak layak mendapat gelar Bahusruta (secara
            harfiah:  ‘banyak  mendengar’  atau  ‘mengetahui  banyak  tentang
            sruti’).

                 Para biksu juga mempelajari semua teks Vinaya serta mendalami
            sutra-sutra  dan  sastra-sastra.  Mereka  menantang  Tirthika  seperti
            mengusir  rusa  di  tengah  dataran,  dan  menghilangkan  perdebatan
            (melalui  penjelasan)  bagaikan  air  mendidih  yang  melelehkan  es.
            Dengan  cara  ini  mereka  menjadi  terkenal  di  seluruh  Jambudvipa
            (India), menerima penghormatan melebihi para dewa dan manusia,
            mereka  melayani  Buddha  dan  mengembangkan  ajaran  beliau,
            menghantarkan  orang-orang  (pada  Nirvana).  Hanya  ada  satu  atau
            dua orang seperti itu dalam setiap generasi. Mereka diumpamakan
            seperti matahari dan bulan, atau dianggap seperti naga dan gajah.
                                                                            336
            Di  antaranya  adalah  Arya  Nagarjuna,  Aryadeva,  Asvaghosha   di
                                                                         337
            masa  awal;  Vasubandhu,  Asanga,  Sanghabhadra,  Bhavaviveka  di
            masa  pertengahan;  dan  Jina,  Dharmapala,  Dharmakirti,  Silabhadra,

            336  Menurut Kasyapa itu bukan ‘naga dan gajah,’ melainkan ‘gajah-naga,’
            karena jenis gajah terbaik disebut naga. Tampaknya beliau benar karena dalam
            bahasa Pali terdapat istilah ‘ete naga mahapanna’ (dalam Samanapasadika).

            337  Yi Jing menyebut Arya Nagarjuna terlebih dahulu, lalu Aryadeva dan
            Asvaghosha. Urutan ini diubah dalam terjemahan bahasa Perancis oleh M.
            Fujishima (Journal Asiatique, November-Desember 1888), sebagaimana dikutip
            oleh  Prof.  Cowell  dalam  Buddhacarita  (Aryan  Series,  Anecdota  Oxoniensia).
            Yi  Jing  tidak  menempatkan  Asvaghosha  dalam  urutan  pertama  sebelum
            Arya Nagarjuna. Sebagai penerus (sesepuh) Buddhisme Utara, Asvaghosha
            adalah yang pertama daripada lainnya karena beliau adalah penerus ke-12,
            sementara Arya Nagarjuna dan Aryadeva masing-masing menempati urutan
            ke-14 dan ke-15.


                                            335
   344   345   346   347   348   349   350   351   352   353   354