Page 50 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 50
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
dan pengikat pinggang saya. Waktu itu, saya pikir inilah akhir hidup
saya, dan saya tak dapat mewujudkan keinginan untuk berziarah ke
tempat-tempat suci. Lebih lanjut, seandainya anggota tubuh saya
tertusuk tombak mereka, saya tak akan dapat mewujudkan niat awal
yang telah lama saya impikan. Di samping itu, ada desas-desus bahwa
di Barat (India), ketika mereka bertemu seseorang berkulit putih,
mereka membunuhnya untuk dijadikan kurban kepada para dewa.
Ketika memikirkan cerita ini, kecemasan saya bertambah dua kali
lipat. Kemudian saya menceburkan diri dalam lubang berlumpur, dan
melumuri seluruh tubuh saya dengan lumpur. Saya menutupi diri
dengan dedaunan, dan dengan sepotong tongkat, saya melanjutkan
perjalanan perlahan-lahan.
Hari menjelang malam, namun tempat istirahat masih jauh. Pada
periode kedua di malam hari, saya berhasil menyusul teman-teman
seperjalanan. Saya mendengar Biksu Deng memanggil saya dengan
suara yang keras dari luar desa. Ketika kami bertemu, dia berbaik hati
memberikan saya sebuah jubah, saya membersihkan diri di kolam
dan kemudian datang ke desa. Dari desa tersebut kami bertolak
menuju utara selama beberapa hari, dan pertama-tama kami tiba di
Nalanda dan memberikan penghormatan di Wihara Mulagandhakuti,
kemudian kami naik ke Gunung Gridhrakuta (Puncak Nasar), di sana
kami melihat lokasi di mana jubah dilipat. Setelah itu kami pergi
52
ke Wihara Mahabodhi, dan memberi penghormatan pada patung
53
(Skt./Pali: rupa) Buddha. Saya mengambil kain sutra tebal dan halus,
yang diberikan oleh para biksu dan umat awam dari Shandong,
52 Dalam Memoires of Xuan Zang oleh Julien: ‘Au milieu d’un torrent, il y a une
vaste pierre sur laquelle le Tathagata fit secher son vetement le religieux. Les raies de
l’etoffe detachent encore aussi nettement que si elles avaient ete ciselees.’
53 Wihara di dekat pohon Bodhi, yang didirikan oleh seorang raja dari Sri
Lanka (Memoirs of Yi Jing oleh Chavannes,). Ini adalah wihara Theravada,
tetapi mengikuti tradisi Mahayana (menurut catatan Xuan Zang). Kenyataan
ini mungkin mengecohkan Xuan Zang yang menyebut Sri Lanka menganut
kedua tradisi. Menurut Xuan Zang, Bharukaccha dan Surashtra juga mengikuti
kedua tradisi. Bandingkan dengan Vinaya Pitakam oleh Prof. Oldenberg.
36