Page 477 - Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 by Ibnu Katsir_Neat
P. 477

la: !i:! !i:! i:! -= 1�2.  SURAT AL BAQARAH  DI                             •      I.AI'..,.��


                .._
            �
         �
         �
         �                   Inilah yang menjadi pendapat Ibnu Abbas .,, bahwa khulu' itu bukan­
         �            lah talak melainkan hanyalahfasakh (pembatalan persetujuan). D     a n hal ini

         �            diriwayatkan pula dari Amirul Mukminin Utsman bin Affan dan Ibnu Umar.
                                          p
                      Ini juga merupakan  e ndapat Thawus, Ikrimah, Imam Ahmad bin Hanbal.
         �            Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur, Dawud bin Ali adz-Dzahiri. Selain itu, ia
         �            juga merupakan qaul qadim (pendapat lama) Imam Syafi'i. Dan itulah makna
         �            lahiriyah ayat tersebut.
                             Pendapat lainnya menyatakan bahwa khulu' itu adalah talak ba'in,
         �            kecuali jika diniati lebih dari itu. Imam Malik meriwayatkan, dari Ummu
         �            Bakar al-Aslamiyah, bahwa ia pemah meminta khulu' dari suaminya, Abdullah
         �            bin Khalid bin Usaid, lalu keduanya mendatangi Utsman bin Mfan untuk
                      menanyakan hal itu,  lalu Utsman menjawab, "Yang demikian itu sudah me­
                      rupakan talak, kecuali jika ia menyebutkan sesuatu, maka ia tergantung pada
         �            apa yang ia sebut." Imam Syafi'i mengatakan: "Aku tidak mengenal Jahman
                                       )
         �            (perawi atsar ini . "   Dan Imam Ahmad bin Hanbal juga melemahkan atsar
                      tersebut. W a llahu a 'lam.
         �                   Hal senada juga diriwayatkan dari Umar, Ali, Ibnu Mas'ud, dan Ibnu
         �            Umar. Ini juga merupakan pendapat Sa'id bin Musayyab, Hasan al-Bashri,

                      Atha',  Syura'ih, asy-Sya'bi, Ibrahim, Jabir bin Zaid. Juga Imam Malik, Abu
         �            Hanifah dan para sahabatnya, ats-Tsauri, al-Auza'i, Abu Utsman al-Batti,
         �            dan qaul  a did (pendapat baru) Imam Syafi'i. Hanya saja para pengikut Imam
                               j

         �            Abu Hanifah mengatakan bahwa jika orang yang melakukan khulu' itu bemiat
                      sebagai talak satu, talak dua atau talak secara mutlak, maka yang terjadi adalah
         �            talak satu raj'i dan jika bemiat talak tiga, maka menjadi talak tiga.
         �

         �                   Permasalahan:
                             Imam  Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin
                                                                                     b
                      Rahawaih,  dalam suatu riwayat yang masyhur berpendapat  a hwa iddah
          �           wanita yang khulu' sama dengan iddah wanita yang ditalak, yaitu tiga quru',
          �           jika ia termasuk wanita yang.sedang haidh. Hal itu pula yang menjadi pendapat
                      Sa'id bin Musayyab, Sulaiman bin Y asar, Urwah, Salim, Abu Salamah, Umar
          �           bin Abdul Aziz, Ibnu Syihab, al-Hasan, asy-Sya'abi, Ibrahim an-Nakha'i, Abu
                      Iyyadh, Khalas bin Umar, Qatadah, Sufyan ats-Tsauri, al-Auza'i, al-Laits bin
          �           Sa'ad dan Abul-Ubaid.
          �                  At-Tirmidzi mengatakan: "Ini merupakan pendapat mayoritas ulama
          �           dari kalangan sahabat dan juga yang lainnya. Yang menjadi landasan mereka

          �           adalah bahwa khulu' itu adalah talak, sehingga seorang wanita yang meminta
          �           khulu h arus menjalani iddah sebagaimana wanita-wanita yang dicerai suaminya "
                                                                                                 .
                            '
          �                  Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa wanita yang dikhulu'
                                                                   j
          r_.         itu hanya menjalani iddah satu kali haid sa a   untuk memastikan kesucian
                      rahimnya.  Dari Rabi' binti Mu'awwidz bin Afra', bahwa ia pemah meminta
                      khulu  I pada masa Rasulullah a, lalu beliau memerintahkanya -atau diperintah­
                      kan- untuk menjalani iddah dengan satu kali haidh.









         458                                                                                  Tafsir  b nu Katsil
                                                                                                   l
   472   473   474   475   476   477   478   479   480   481   482