Page 148 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 148
diserang, diusir dari rumah mereka, dan kemudian ruamah-rumah mereka dibakar.
Maryam yang berkarakter pemberontak dengan ketegasan dan keberaniannya tidak
takut berhadapan langsung dengan masyarakat setempat. Bahkan dengan
ketegasan, kecerdasan, dan kekritisannya mampu berdebat dengan masyarakat
melalui logikanya. Selanjutnya Maryam dengan keberaniannya mendatangi
gubernur untuk memperjuangkan kelompoknya yang sudah tertindas, dan nasibnya
masih tidak jelas dalam pengungsian. Terakhir, Maryam melakukan perjuangan
untuk rasa keadilan bagi jemah Ahmadiyah dengan menulis surat kepada
pemerintah setempat yang isinya menuntut hak mendapatkan kembali rumah dan
tanah jemaah Ahmadiyah yang sudah belasan tahun hidup dalam pengungsian.
Maryan menuntut atas rumah dan tanah yang ditinggalkan jemaah Ahmadiyah
untuk bisa ditempati kembali dengan jaminan keaman dari pemerintah.
Novel Isinga: Roman Papua (2015) karya Dorothea Rosa Herliany
Novel Isinga: Roman Papua dalam penceritaannya menggunakan teknik alur
maju dari awal hingga akhir. Namun, ada bagian cerita yang melakukan kilas balik
hanya untuk menceritakan tentang masa kecil Irewa yang menjadi tokoh utama
cerita, memiliki saudara kembar yang bernama Jinggi Pigay. Berdasarkan informasi
suster Karolin, mereka ketika lahir dipisahkan karena adanya sebuah kepercayaan
masyarakat lembah Megafu bahwa jika ada bayi kembar terlahir maka salah satunya
harus dibunuh. Oleh sebab itu, suster Karoline mengambil Jinggi supaya tidak ada
lagi bayi yang dibunuh, kemudian Suster Karolin menjadikan Jinggi sebagai anak
angkatnya. Pengaluran novel ini dibuat bercabang, karena ada alur yang
menceritakan kehidupan Meage Aromba, tokoh utama laki-laki dalam novel ini.
Alur yang terdapat dalam novel ini kurang rekat dan padat, karena di dalamnya
terdapat alur lain (subplot) Meage yang juga menyertakan tokoh pendamping
seperti dokter Leon, Mama Lea, Bapak Rumanus, dan teman-teman seperjuangan
Meage dalam pelariannya menghindari aparat keamanan Papua. Menurut Stanton
(2012, hlm. 26), semakin sedikit karakter dalam sebuah cerita, semakin rekat dan
padat pula alur yang mengalir di dalamnya. Oleh karena itu, tokoh-tokoh dalam alur
143