Page 341 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 341

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           di banyak daerah, terlampau sulit memisah mana
           yang garapan proyek pemerintah dan mana pula
           yang menjadi bagian proyek Islam. Lebih-lebih, jika
           perubahan-perubahan itu  menyangkut simbol-
           simbol keislaman pada teks pertunjukan yang
           selalu dikategori sebagai estetika, suatu bagian
           yang juga menjadi tujuan kontrol pemerintah
           terhadap kesenian, di samping muatan moral dan
           politik.


           Islamisasi kesenian pasca 65 rupanya tidak
           hanya karena fatwa stigmatis dari para ulama
           dan pemaksaan memasukkan unsur-unsur Islam
           tertentu dalam teks pertunjukan, tetapi, seperti yang
           diperlihatkan banyak kasus di Jawa, perubahan-
           perubahan teks pertunjukan semacam masuknya
           lagu-lagu  Barzanji,  sholawat  badr,  musik-musik
           kasidah, pembuka-penutup dialog menggunakan
           salam,  dan  lain-lain  justru  diolah  sendiri  para
           pendukung kesenian yang bersangkutan. Mungkin
           ini ada kaitanya dengan situasi umum sosial politik
           pasca  65 dimana  hampir  semua  orang  yang  tak
           tergolong santri (dalam pengertian semua agama
           resmi) ketakutan dikategori komunis hanya karena
           tidak ke masjid, langgar, gereja, pura, atau wihara.
           Menunjukkan eksistensinya sebagai seorang
           muslim, kristen, katholik, hindu, dan budha dalam
           setiap  aktivitas  sehari-hari  termasuk  aktivitas
           berkesenian merupakan satu-satunya jalan agar
           selamat dari tudingan komunis. Oleh karena
           itu,  selain tempat-tempat ibadah  itu  menjadi
           semakin ramai dikunjungi, banyak kesenian yang                              Soal moralitas dalam kesenian
           mengubah  diri  dengan  memasukkan  unsur-unsur                             menjadi issue penting bagi
           yang dikategori sebagai bagian dari agama. Bahkan sejumlah seniman aktivis   kalangan muslim.
                                                                                       Sumber: Museum Negeri Padang.
           Lekra (mantan tapol) seperti di banyak tempat di Jawa Timur menyantrikan diri
           dengan naik haji, misalnya (dalam sebuah pertemuan para tapol se-Jatim, sekitar
           200 orang, di Saradan Agustus 2006 banyak bermunculan pengakuan bahwa
           diri mereka telah bertobat, aktif mengikuti pengajian di tempatnya masing-
           masing, dan telah melaksanakan ibadah haji).

           Peristiwa  65 memang  menjadi moment  penting  dan memberikan  jalan
           lapang bagi Islamisasi kesenian, karena dengan peristiwa itu Islamisasi dapat
           berlangsung tanpa harus melewati ketegangan dan konflik yang berarti. Akan
           tetapi, entah karena puritanisasi agama yang semakin meningkat, atau karena
           corak dan watak keberagamaan komunitas seni tradisi yang sebenarnya plural,





                                                                                                327
   336   337   338   339   340   341   342   343   344   345   346