Page 357 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 357
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Mendu Natuna
Pertunjukan mendu tampak sangat sederhana, dimainkan di atas tanah, beratap
segi empat berbentuk bubungan lebih kurang 5 x 12 meter. Bubungan tersebut
terbagi ke dalam dua bagian (diantarai dengan satir berpintu di pinggir sebelah
kiri dan kanan dengan dekorasi seadanya di tengah (di antara dua pintu sebagai
background kerajaan); bagian belakang (5 x 4 m) dipergunakan sebagai kamar
rias pemain dan bagian depan (5 x 8 m) sebagai arena permainan. Di arena
permainan dibuat lingkar segi empat yang di dalamnya dipenuhi meja dan bangku
sebagai istana kerajaan. Penontonnya melingkar di samping (kiri-kanan) dan
depan arena pertunjukan (berbentuk telapak kuda) dengan pembatas bambu
setinggi 50 cm, dihiasi daun kelapa muda (janur) yang dibentuk menyerupai
ular, burung, belalang, keris, dan irisan pintu gerbang. Ada satu tancapan pohon
yang harus ada dalam setiap pertunjukan mendu, yaitu potongan (cabang)
pohon pulae yang ditegakkan di tengah sisi depan panggung dan di tengah
arena permainan. Pohon pulae, dalam pertunjukan mendu mutlak harus ada,
karena dalam keyakinan pendukung kesenian ini, Dewa Mendu dan peri-peri
lain tidak akan turun untuk menyangga pertunjukan; sebagian meyakini bahwa
pertunjukan mendu akan menemui/menghadapi hambatan serius jika tanpa
ada pohon pulae.
Pertunjukan mendu secara utuh berlangsung selama 40 malam dengan sekitar
8 jam (20.00 – 04.00) setiap malamnya. Tetapi dalam perkembangannnya,
pertunjukan mendu mengalami penyusutan, biasa dimainkan selama 7
malam, 3 malam, atau 1 malam, bahkan hanya 1-2 jam dengan meringkas
cerita dan episode atau adegan yang dipandang patut dipotong. Pemotongan
dilakukan oleh seorang syekh atau khalifah (pengatur lakon) dengan tetap
menjaga cerita utama yang nyambung dari awal hingga akhir. Peringkasan
tersebut disesuaikan dengan permintaan si penanggap (orang atau pihak yang
mengundang pertunjukan) dan ini biasanya disesuaikan dengan keperluan dan Mendu di
kemampuannya menjamin (memberi makan, minum, dan rokok) rombongan Natuna-Anambas
pemain yang jumlahnya cukup banyak. Tampaknya, para khalifah – dan para mengingatkan kita
pemain mendu – sekarang sangat terampil dalam meringkas cerita untuk pada Hikayat Dewa
pertunjukan yang paling singkat sekali pun. mandu yang beredar
dan dikenal luas di
wilayah Laut Cina
Cerita yang dimainkan mendu di Natuna-Anambas adalah cerita Dewa Mendu, Selatan (Indonesia,
mengingatkan kita pada Hikayat Dewa mandu yang beredar dan dikenal luas Vietnam, Thailand, dan
di wilayah Laut Cina Selatan (Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja), dan Kamboja), dan inilah
inilah yang membedakannya dari mendu Kalimantan Barat yang mengangkat yang membedakannya
dari mendu Kalimantan
Hikayat Siti Zubaidah. Para pendukung kesenian ini umumnya tidak percaya Barat yang mengangkat
bahwa lakon yang dimainkan berasal (diangkat) dari hikayat itu, bahkan BM Hikayat Siti Zubaidah.
Syamsudin, sastrawan Natuna, tinggal di Pekanbaru yang banyak menulis
343