Page 366 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 366
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Pertunjukan togal berlangsung malam hari, biasanya dimulai pukul 20.30 (sehabis
shalat isya’) hingga tengah malam. Sebelum tahun 70-an, pertunjukan togal
berlangsung hingga menjelang subuh, bahkan banyak yang sampai matahari
terbit. Karena pertunjukan kesenian ini menyedot begitu banyak penonton,
maka pelaksanaan pertunjukannya pun harus di tempat terbuka (lapang) yang
diatapi dengan tenda besar seperti lapangan, jalan raya, atau gedung besar
yang memuat ratusan orang; di Makian, karena belum ada gedung seperti itu,
maka togal bermain di gedung apabila diundang ke kota seperti Ternate.
Empat orang segera memainkan musik. Satu orang memukul tifa (setempat
menyebutnya tukang pukul tifa), dua orang menggesek biola (tukang bairis), dan
satu orang memetik gambus(tukang bakuti), sementara dua orang melantunkan
syair dan pantun (tukangbatogal). Para penari pun lalu menempati posisi,
berjejer memanjang membentuk dua baris (laki-laki satu baris dan perempuan
satu baris) yang berhadapan. Jumlah mereka haruslah sama agar terlihat
seperti berpasangan. Mereka bergerak maju-mundur mengikuti irama musik,
berulang kali ada teriakan ron dan langse sebagai perintah dari pemandu agar
mereka memutar membetuk lingkaran dan bergantian posisi antara barisan.
Ron (Melayu Ternate) adalah gerak keliling, dan langse adalah bertukar posisi.
Dalam pergantian posisi, penari laki dan perempuan berpegangan tangan,
tetapi karena hal itu di Makian masih terasa tabu, maka mereka memakai sapu
tangan (setempat menyebut twala sebagai penyambungnya. Dalam menanti
aba-aba ron maupun langse, para penari mengangkat tangan sebahu mengikuti
gerakan kaki, dan pada saat itu pula mereka melakukan yora (menggoyangkan
pinggul dan melakukan gerakan pelan-pelan hingga mendekati tanah). Para
penonton pun lalu tertawa sambil melontarkan respons, komentar, atau terikan.
Para pemusik dan pelantun (syair dan pantun yang jumlahnya tidak menentu
antara 2 sampai 4) yang di Makian kategori sebagai pemain togal tidak
menggunakan kostum tertentu, hanya menggunakan pakaian biasa, umumnya
memakai baju dan celana panjang (laki-laki) dan baju kurung panjang
(perempuan). Sedangkan para penari, yang dalam kategori setempat tidak
disebut sebagai pemain karena, selain bebas terbuka bagi siapa saja juga tidak
memerlukan keahlian khusus, memakai pakaian bebas asal sopan dalam arti
memutup aurat. Dahulu, kira-kira sebelum tahun 70-an, baik pemusik, pelantun,
maupun penari selalu menggunakan hem putih lengan panjang dan selana
panjang berwarna hitam serta memakai kopiah (songkok) bagi laki-laki, dan
baju kurung panjang beserta rok panjang hingga sampai tumit bagi perempuan.
Akan tetapi sekarang, pakaian para penari sangat longgar, bahkan tidak jarang
yang menggunakan kaos oblong dan celana pendek.
Syair dan pantun yang dilantunkan merupakan gubahan dari kenyataan atau
pengalaman hidup masa lalu, kehidupan sehari-hari, bahkan merupakan
respon persoalan yang terjadi saat pertunjukan berlangsung, baik berupa
352