Page 370 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 370

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    Entah bagaimana prosesnya, pada perkembangan berikutnya, kesenian ini
                                    berubah sebutan menjadi mamanda sebagaimana yang hingga sekarang
                                    dikenal. Spekulasi pun berkembang dengan mengaitkan sebutan mamanda
                                    dengan tradisi dan kebahasaan Banjar. Disebutkan bahwa kata mamanda
                                    berasal  dari  kata  “mama”  yang  berarti  paman  atau  pakcik  dan  kata  “nda”
                                    sebagai morfem terikat yang berarti terhormat, paman yang terhormat.  Dalam
                                    sistem kekerabatan Banjar, paman adalah sebutan (sapaan) yang berlaku
                                    untuk orang yang seusia dengan ayah atau ibu yang berarti harus memeroleh
                                    penghormatan. Dalam dialog pertunjukan, kata mamanda dan pamanda sering
                                    diucapkan sultan secara bergantian ketika menyebut mangkubumi atau wazir,
                                    seperti:  “bagaimana  pamanda  mangkubumi?”,  atau  “bagaimana  mamanda
                                    wazir?”,  di  samping  kata  mamanda  juga  sering  digunakan  dalam  syair-syair
                                    Banjar.  Bisa  jadi,  karena  kata  “mamanda”  atau  “pamanda”  selalu  dipakai
                                    dalam dialog pertunjukan kesenian itu, maka masyarakat pendukungnya lalu
                                    menyebut kesenian ini sebagai mamanda; dalam dialek masyarakat Hulu Sungai
                                    Selatan terutama di Kandangan kesenian ini disebut bamanda.

                                    Dari Margasari di Kabupaten Tapin, mamanda berkembang pesat ke daerah-
                                    daerah lain, dan pada tahun 1937 berdirilah grup mamanda di Desa Tubau Rantau,
                                    kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dan dari kedua tempat (pusat perkembangan
                                    mamanda di Kalimantan Selatan) itulah mamanda meluas hampir di seluruh
                                    propinsi itu terutama di tiga kabupaten: Tapin, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu
                                    Sungai Selatan. Tetapi, dari kedua tempat itu pula, mamanda terbagi ke dalam
             Ciri khas dari mamanda
                Periuk ini adalah   dua aliran dengan perkembangan teks pertunjukan yang berbeda.  Pertama,
                lebih konsisten     aliran mamanda (Margasari) Periuk yang, karena dipentaskan di perairan sungai,
                memertahankan       sering disebut aliran Batang Banyu. Ciri khas dari mamanda Periuk ini adalah
             lakon-lakon lama yang   lebih konsisten memertahankan lakon-lakon lama yang diambil dari hikayat,
              diambil dari hikayat,
             syair, kisah 1001 malam   syair, kisah 1001 malam dan hanya kadangkala menyajikan lakon-lakon yang
             dan hanya kadangkala   berupa carangan (kreasi baru) yang diinspirasi oleh kehidupan kontemporer.
               menyajikan lakon-    Irama lagu yang dilantunkannya juga meliuk-liuk atau berkelok-kelok, dan
               lakon yang berupa    adegan pembukaannya dengan ladon. Pemeran perempuan seperti permaisuri
                carangan (kreasi    atau putri raja, dalam mamanda Periuk masih diperankan oleh laki-laki muda
             baru) yang diinspirasi
                oleh kehidupan      tanpan.
             kontemporer. Pemeran
               perempuan seperti    Kedua, aliran mamanda Tubau, yang karena dipentaskan di daratan, maka ia
                permaisuri atau     juga disebut mamanda Batubau.  Dalam pementasannya, aliran ini tidak lagi
                putri raja, dalam   mengangkat cerita bersumber dari syair atau hikayat, melainkan dikarang sendiri
             mamanda Periuk masih
              diperankan oleh laki-  dan disesuaikan dengan perkembangan zaman, bahkan lebih mengutamakan
               laki muda tanpan.       cerita lakon ketimbang musik dan tari. Cara melantunkan lagu lebih pendek
                                    dengan nada meninggi, dan adegan pembukaannya dengan kunon, bahkan
                                    Ninuk Kleden (2008) pernah menyaksikan pertunjukan mamanda Tubau di
                                    Banjarmasin yang dibuka dengan sambutan pemimpin grup. Banyak orang
                                    terkesan bahwa mamanda Tubau tidak lagi bernuansa tradisional, karena
                                    lagu-lagu yang dilantunkannya didominasi oleh lagu-lagu pop dan Melayu,
                                    demikian pula alat musiknya telah ditambah dengan alat-alat musik modern





                    356
   365   366   367   368   369   370   371   372   373   374   375