Page 373 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 373
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
seperti disinggung di awal tulisan ini, menunjukkan sikap moderatnya terhadap
tradisi lokal dan kesenian tradisi seperti yang diperlihatkan ketika membela Inul
Daratista? Peta keislaman Kalimantan Selatan memerlihatkan bahwa corak
dan watak keislaman Martapura lebih sufistik yang dalam memandang dan
menyikapi berbagai tradisi yang berkembang lebih moderat dan akomodatif,
sebuah kenyataan yang berbeda dengan corak dan watak keislaman Amuntai,
sebagai sentral, yang lebih fiqh-syariah oriented. Pada tahun 2002-2004 terjadi
perdebatan seru di Amuntai yang berawal dari ulusan ulama daerah itu untuk
membumi-hanguskan patung-patung bebek dan kerbau yang menghiasi kota
dan daerah itu, karena dianggap akan menimbulkan syirk massal. Dalam tradisi
intern NU, ulama di kedua daerah itu akan selalu berada dalam posisi berhadapan
ketika melakukan bahsul masail khususnya tentang masalah waqiiyah berkaitan
dengan tradisi setempat.
Di samping itu, ada soal lain yang juga penting perannya dalam memudarkan
mamanda. Pragmatisme dan kapitalisasi yang merasuk ke dalam kehidupan
individu dan warga masyarakat dimana pun di negeri ini, yang berdampak pada
perubahan pandangan tentang waktu, pilihan-pilihan medium dan bentuk
aktivitas kebersamaan, dan lain-lain barangkali juga berperan penting dalam
perubahan-perubahan diatas.
Gandrung Banyuwangi
Gandrung adalah seni pertunjukan berupa tari berpasangan perempuan-laki-
laki yang diirringi nyanyi dan musik; perempuan yang menari, satu atau lebih,
disebut gandrung dan laki-laki pasangannya disebut pemaju. Banyuwangi,
nama kabupaten diujung paling timur pulau Jawa, disebut disini untuk
membedakannya dari seni gandrung Lombok, Nusa Tenggara Barat yang
berbeda, karena gandrung yang berkembang di kalangan masyarakat sasak itu
lebih merupai barongan di Jawa. Seni pertunjukan gandrung ini juga hanya
tumbuh dan berkembang di kalangan komunitas U (O)sing, suatu kelompok
sosial yang dianggap sebagai penduduk paling awal (asli) Banyuwangi, dan
menganggap diri sebagai keturunan Menakjinggo. Namun demkian, kesenian
gandrung juga diapresiasi (ditonton dan ditanggap) oleh komunitas non-Osing
di Banyuwangi, bahkan beberapa grup gandrung sering diundang ke luar
Banyuwangi (Jember, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Bali), di samping
undangan-undangan untuk keperluan khusus terutama di Surabaya dan Jakarta.
359