Page 374 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 374
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Pertunjukan gandrung berlangsung sederhana, menari diatas tanah, tanpa
pengaturan tata panggungyang rumit, blocking yang ketat, tata lampu yang
teratur, dan pemeranan dengan penokohan tertentu. Sebagai seni pertunjukan
berbasis tari-nyanyi, pertunjukan gandrung terlihat sangat longgar dan
melibatkan penonton ke dalam pertunjukan. Dengan diiringi alunan suara sinden,
seringkali tanpa sinden, seorang atau beberapa penari gandrung melenggak-
lenggok di atas tanah baik sendirian atau bersama pemaju secara bergantian.
Kesederhanaan itu, oleh seniman dan budayawan di Banyuwangi, antara lain
Hasan Ali, Hasnan Singodimayan, Fatrah Abbal, Andang, dan Sahuni diartikan
sebagai representasi dari ciri khas kesenian tradisi yang memberi kemungkinan
keterlibatan penari, pemusik, pemaju, dan penonton dalam pertunjukan,
sehingga menjadi semacam komuni dimana komunikasi segala arah dan dialog
intensif sangat dimungkinkan. Setiap gerak penari dan pemaju terlihat dan akan
dikontrol oleh penonton, pemusik, dan pemaju lain yang sedang tidak memaju.
Khususnya gerak pemaju yang canggung atau melewati batas kesopanan selalu
direspons dengan tawa, sorakan, bahkan makian-makian.
Arena pentas gandrung, jika tidak dalam gedung, terdiri dari tanah lapang (bisa
juga halaman rumah), biasanya sekitar 10 X 10 meter atau lebih, diatapi dengan
tenda dan menyatu atau berdampingan dengan ruang para tamu hajatan
(perkawinan, khitanan, tasyakuran, memenuhi qaul/nadzar, atau yang lain).
yang kebanyakan juga berperan sebagai pemaju. Para tamu yang kebanyakan
berperan sebagai pemaju, dan mereka yang secara khusus datang untuk
memaju duduk diatas kursi yang dibentuk melingkar atau memanjang dimana
ruang untuk menari berada di tengah atau di depan atau samping mereka. Di
samping ruang tari, para pemusik duduk (diatas tanah yang terlapisi karpet atau
tikar) mengelompok atau berjajar membentuk lingkar seperti bulan sabit dengan
kluncing di tengah sebagai latar belakang pentas tari; kluncing berada di paling
depan berhadapan langsung dengan para penari karena dialah yang sekaligus
sebagai pengawas/pengontrol tari paju agar tidak terjadi semacam pelecehan
terhadap penari gandrung. Mereka memainkan alat musik masing-masing yang
terdiri dari: dua buah kendang (lanang dan wadon), satu set kluncing (terbuat
dari besi berbentuk segitiga), sebuah biola (setempat menyebut baola), sebuah
kenong, sebuah gong (berfungsi untuk memberi batas akhir komposisi nada),
beduk, tambur atau jidor. Di bagian depan sebelah kiri para pemusik biasanya
terdapat kursi untuk duduk penari gandrung ketika menunggu giliran menari
sembari istirahat. Sementara para penonton pertunjukan berada di luar arena
pentas yang tidak dibatasi/disekat oleh apapun, tetapi umumnya tidak terjadi
perangsekan penonton ke dalam arena pentas.
Pemusik dan penari gandrung selalu memakai kostum yang konstan. Para
pemusik selalu memakai kostum seragam: baju koko terbuat dari kain sutra
berwarna biru muda, merah muda, atau kuning muda, celana panjang dengan
sarung yang diikatkan di pinggang, dan berikat kepala mirip dengan ikat
360