Page 368 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 368
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Mamanda
Mamanda, sebuah teater rakyat, lahir dan berkembang di kalangan masyarakat
Pertunjukan mamanda
berbentuk drama yang Banjar, Kalimantan Selatan. Sebagai sebuah teater, pertunjukan mamanda
melakonkan cerita dan berbentuk drama yang melakonkan cerita dan kisah yang diangkat (bersumber)
kisah yang diangkat dari buku-buku roman, sejarah, hikayat, syair, kisah 1001 malam, cerita rakyat,
(bersumber) dari buku- dan carangan yang diinspirasi oleh problem-problem sosial kontemporer, yang
buku roman, sejarah,
hikayat, syair, kisah semua itu disajikan dalam bentuk panji (hitam-putih) mungkin agar lebih
1001 malam, cerita mudah ditangkap oleh audien. Diawali dengan bunyi-bunyian sebagai penanda/
rakyat, dan carangan pemanggil bahwa pertunjukan akan segara dimulai, pementasan mamanda
yang diinspirasi oleh dibuka dengan ladun atau ladon (mamanda Periuk) atau kunon (mamanda
problem-problem sosial tubau) sebagai perkenalan dilakukan menyanyi sambil menari oleh pemain
kontemporer, yang
semua itu disajikan dengan jumlah ganjil (biasanya 5 atau 7 orang), serta memakai baju raja dan
dalam bentuk panji celana panjang tanpa memakai tutup kepala; dahulu dengan menggunakan
(hitam-putih) mungkin kaca mata hitam. Setelah itu, dilanjutkan dengan penyajian lakon sesuai dengan
agar lebih mudah urutan yang dikehendaki dan penyajiannya dilakukan tidak hanya dengan
ditangkap oleh audien. ddialog dan laku, tetapi juga dengan tari-nyanyi yang diselingi dengan lawakan
yang biasanya muncul spontan dari para pemain, di samping lawakan khusus
yang diperankan oleh khadam. Seluruh pertunjukan mamanda berlangsung
semalam dimulai pukul 20.00 hingga dinihari, tetapi sering juga hanya sampai
pukul 24.00.
Para pemain mamanda terbagi ke dalam dua kelompok: pemeran utama, dan
pemeran pendukung. Pemeran utama terdiri dari: sultan, mangkubumi, wazir,
perdana menteri, panglima perang, harapan I dan harapan II, khadam atau
badut, dan sandut atau putri: yang terakhir ini selalu diperankan oleh seorang
laki-laki muda yang tampak “cantik”. . Sedangkan pemeran pendukung adalah:
anak sultan “kurang satu empat puluh”, anak muda, dayang, klompotan bial/
perompak, raja jin, orang miskin, dan orang tua. Pemeran utama harus ada
dalam setiap cerita yang dilakonkan, sementara pemeran pendukung sangat
tergantung pada kebutuhan cerita, diperlukan dalam sebuah cerita dan tidak
diperlukan cerita yang lain. Tarian nampak gemulai sebagaimana umumnya tari
Melayu, sedangkan lagu-lagu yang dilantunkan terdiri atas: dua harapan, dua
raja, dua gandut, raja sarik, baladun, mambujuk, dinding, nasib, tarik, japen,
mandung-mandungan, dan stambul.
Teater rakyat Kalimantan Selatan ini mempunyai sejarah panjang, bermula ketika
sekelompok seniman wayang (indra) bangsawan dari Malaka Malaysia berkelana
(sebagian sumber menyebut berdagang), sekitar tahun 1897, ke daerah yang
kemudian bersandang nama Kalimantan Selatan. Wayang bangsawan (di
Malaysia dan Riau disebut bangsawan) sendiri adalah kesenian yang oleh Tan
Sooi Beng (1993) dan Rahmah Bujang (1975), dua penulis wayang bangsawan
yang banyak dirujuk orang, disebut berasal dari Parsi yang masuk di pulau
354