Page 409 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 409

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           yang mengingatkan mereka pada pesan-pesan keagamaan, nilai-nilai relijius
           dan ketenangan diri seperti mereka rasakan ketika mereka masih tinggal
           di pedesaan. Ramadhan K.H., sastrawan senior, adalah diantara sosok atau
           pribadi yang merasakan betul kehilangan ruang pribadi yang relijius itu dan ia
           menemukannya pada lagu-lagu kasidah Bimbo.

                Beberapa tahun terakhir ini, setiap memasuki bulan ramadhan dan Idul
                Fitri, kita bertemu Bimbo, merasakan kedamaian yang saya rasakan
                ketika saya masih kecil di Cianjur, sebuah kota yang dikenal relijiusitasnya.
                Kedalaman musik terasa dari lagu-lagu Cianjuran dan kesejukan terasa
                dari barjanzi yang terdengar dari masjid-masjid dan mushalla. Sekarang,
                di usia senja saya, suasana itu terasa kembali diperdengarkan oleh Bimbo
                (Sumarsono 1998: 5)





           Mengapa masyarakat Muslim perkotaan menemukan kedamaian pada musik
           kasidah Bimbo? Ketika kaum santri mengalami transformasi memasuki kelas
           sosial ekonomi yang lebih tinggi, selera musik, bahasa, pakaian, dan gaya
           hidup (life-stye) juga berubah. Karenanya, lagu-lagu kasidah tradisional yang
           dulu  sering  terdengar  ditampilkan  oleh  kelompok-kelompok  orkes  gambus
           dan rebana di desa-desa tahun 1970-an dimana liriknya berbahasa Arab sudah
           tidak cocok dengan selera estetik dari kelas menengah yang sudah mengalami
           transformasi ini. Jenis musik kasidah tradisional di pesantren-pesantren dan
           madrasah-madarsah tradisional, dirasakan tertinggal dan marjinal karena tidak
           bersentuhan dengan alat-alat musik modern sehingga tidak menyuguhkan
           sentuhan seni yang tinggi. Dalam absennya ekspresi estetis-relijius yang bercita
           rasa kelas menengah inilah, kasidah modern Bimbo menggapai popularitasnya
           tahun 1980-an dan 1990-an.

           Jika selama ini masjid menyediakan satu-satunya tempat pelarian ruhani bagi
           masyarakat kelas menengah perkotaan yang mengalami dislokasi, kasidah
           modern Bimbo memberikan ruang lain  melalui  musik relijius yang sejuk,
           sebuah kemurnian yang tenang dan bermakna. Dan bagi banyak orang, seperti
           menemukan dirinya sendiri dalam sebuah ruang kesadaran yang damai (Majalah    Kasidah modern Bimbo
           Ummat, 19 Februari 1996). Kelas menengah, kata Afrizal Malna, adalah sebuah   memberikan ruang lain
           kelas dengan basis sosial yang terpecah. Karenanya, mereka membutuhkan         melalui musik relijius
                                                                                           yang sejuk, sebuah
           sebuah ruang individu, sebuah tempat untuk menemukan kembali jatidiri, dan    kemurnian yang tenang
           tempat itulah yang disuguhkan kasidah modern Bimbo tahun 1990an. Harry          dan bermakna. Dan
                                                                                           bagi banyak orang,
           Roesly mengatakan bahwa kasidah Bimbo adalah musik kontemplatif, terutama       seperti menemukan
           bagi kelompok kelas menengah yang sedang mencari sistem nilai. Dengan             dirinya sendiri
           demikian, kasidah modern Bimbo mengakomodasi kebutuhan psikologis dua          dalam sebuah ruang
           kelompok masyarakat sekaligus: kaum santri dengan simbol-simbol identitas     kesadaran yang damai.








                                                                                                395
   404   405   406   407   408   409   410   411   412   413   414