Page 433 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 433
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
kasih sayang-Nya berasal. Penyair menyinggung juga tema yang sangat disukai
oleh para sufi, yaitu aspek lahir dan aspek batin Tuhan sebagai satu kesatuan
emanasi, namun kebanyakan manusia hanya menangkap sisi lahir-Nya tanpa
menyelam ke kedalaman batinnya, sebagaimana juga pernah dialami penyair
sendiri. Penyair menulis (2002: 56-57):
Dengar ujar kembang matahari, “Aku datang
Dari tempat tersembunyi, perjalananku jauh
Seperti perjalanan roh menjemput tubuh
Sayang di dunia ini, wujud lahirku saja yang dikenal.”
...
Selama ini hanya pada dunia dan mataharinya
Mata julingku membukakan kelopaknya
Hingga Matahari-Nya yang tersembunyi di sana
Tak kulihat, apalagi menyinari rumahku
....
Sehubungan dengan wahdatul wujud, Abdul Hadi menulis puisi-puisi
persembahan untuk Al-Hallaj, Syekh Siti Jenar, dan Hamzah Fansuri, tiga
tokoh penting paling kotroversial penganut wahdatul wujud dalam sejarah
tasawuf. Puisi-puisi itu bukan saja mengafirmasi faham tersebut, melainkan
juga memberikan simpati dan secara tak langsung membela para penganutnya.
Akhirnya, puisinya yang lebih jelas menyuarakan faham wahdatul wujud, yang
merangkum seluruh pandangan relijius dan filosofisnya, adalah “Tuhan, Kita
Begitu Dekat” (2006: 101). Dalam puisi ini, kesatuan manusia (“aku”) dengan
Tuhan digambarkan bagai api dan panas, bagai kain dan kapas, bagai angin
dan arahnya, yang semuanya menjelaskan kesatuan dua entitas yang tak bisa
dipisahkan:
TUHAN, KITA BEGITU DEKAT
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan
Kita begitu dekat
419