Page 435 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 435
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Dengan demikian, ungkapan-ungkapan esktase mistis ini mengemukakan spirit
wahdatul wujud. Gagasan ini lebih jelas lagi dalam puisi Emha Ainun Nadjib
yang lain (1989: 19):
AKU RUH TUNGGAL
Aku ruh tunggal
Namaku beragam
Petakku tiga puluh enam
Aku ruh satu
Tapi berperang satu sama lain
Aku bertarung melawan aku
Aku hidup abadi
Aku melampaui sorga dan neraka
Aku mendahului Adam
Aku mengelak dari ujung waktu
Aku tak berdarah tak berdaging
Tak beranak tak memperanakkan
Tak lelaki tak peremuan
Aku tunggal dari lahir dan kematian.
Satu hal lagi yang penting didiskusikan sehubungan dengan puisi-puisi relijius
Islam, yaitu puisi sebagai media berzikir ―yang dapat disebut sebagai “puisi
zikir”. Yakni, puisi yang sedikit-banyak menyerap dan mengadopsi zikir sebagai
bentuk ibadah, berupa pengulangan kata-kata yang lazim dibacakan dalam
zikir, dan lain sebagainya. Dalam zikir, kata atau frase yang diulang-ulang
bukan sekadar repetisi untuk memberikan penekanan atau suatu intensitas,
melainkan juga dan terutama untuk mencapai penghayatan rohani yang
paling dalam. Kata-kata dalam zikir diulang-ulang nyaris tanpa batas untuk
menciptakan suasana lautan rohani yang tanpa batas sebagai suasana mistis di
mana manusia akan menenggelamkan diri di dalamnya. Zikir adalah eskalator
menuju ketakberhinggaan. Sebagaimana telah diuraikan, puisi merupakan
media mengungkapkan pengalaman kerohanian, mulai pencarian Tuhan,
pertemuan dengan Tuhan baik pertemuan biasa maupun ekstase mistis, sampai
spekulasi filosofis. Lebih dari itu, puisi juga merupakan media berzikir. Puisi
adalah media melalui mana penyair mengingat dan menyebut nama Tuhan,
yang dengan demikian sekaligus mengajak atau mengingatkan pembaca
untuk juga mengingat dan menyebut nama Tuhan. Tentu saja berzikir memiliki
421