Page 440 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 440

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    berjabat tangan dengan hangat. Selanjutnya, meskipun jauh lebih senior, Nabi
                                    Ibrahim mempersilahkan Nabi Muhammad yang lebih muda untuk memimpin
                                    shalat dua rakaat, lalu  seluruh Nabi dan Rasul/ bersaf-saf dalam jamaah
                                    rohaniah/ meluluh abad demi abad. Setelah memimpin shalat seluruh nabi ran
                                    rasul, barulah Nabi Muhammad berangkat bermi’raj, diapit Jibril/ dan Mikail.
                                    Jadi, sebelum berangkat ke Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad terlebih dahulu
                                    memimpin  shalat  jamaah  para  nabi  dan  rasul  di  Masjidil  Aqsha.  Dengan
                                                                                                    14
                                    demikian,  puisi  Taufiq  itu  menegaskan  gagasan  bahwa  peristiwa  isra’-mi’raj
                                    menandai supremasi dan keistimewaan Nabi Muhammad atas nabi-nabi yang
                                    lain, sebab hanya Nabi Muhammad yang mengalami peristiwa kerohanian yang
                                    sangat penting itu.

                                    Dengan  supremasi  dan  seluruh  keistimewaannya,  Nabi  Muhammad  adalah
                                    sumber moral dan teladan terbaik: mencintai anak yatim, hidup sederhana, banyak
                                    bersedekah, semangat juang, kesabaran, ketabahan, keuletan, dan seterusnya
                                    —semua  tema  ini  ditulis  Taufiq  dalam  puisi.  Maka  nabi  adalah  pribadi  yang
                                    terus-menerus dirindukan, betapapun tak terlalu mudah menjumpai sosoknya.
                                    Puisi Taufiq yang dengan baik mengemukakan kerinduan pada nabi adalah puisi
                                    “Ya Rasul” (Taufiq Ismail, 2008a: 693), yang di satu sisi menggambarkan betapa
                                    tidak mudah, atau mungkin “tak pantas” menjumpai sosok nabi, dan di sisi lain
                                    mengemukakan rasa rindu dan cinta yang amat dalam kepadanya. Perjumpaan
                                    dengan nabi sendiri adalah sesuatu yang tak terjangkau:

                                          ...
                                          Dari sela-sela daunan
                                          Sejarah
                                          Melintas bayang sosokmu
                                          Di antara tahiyat
                                          Gemerisik gamismu lewat!


                                          Lamat
                                          Lamat

                                          Ya Rasul, Rasulku!





                                    Jadi, bahkan gamis nabi pun hanyalah bayang-bayang, gemuruh langkahnya
                                    hanyalah gema, yang melintas hanyalah bayang sosoknya, yang lewat pun hanya
                                    gemersik gamisnya. Tetapi hal itu justru menunjukkan kerinduan yang sangat
                                    dalam dan menyala-nyala, mengemukakan juga api cinta yang berkobar-kobar.
                                    Usahlah gamis nabi, bahkan sekadar bayang-bayang gamisnya pun demikian
                                    mempesona. Usahlah kakinya, bahkan sekadar gema langkahnya pun begitu








                    426
   435   436   437   438   439   440   441   442   443   444   445