Page 437 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 437

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                hingga aku berkesiur
                pada angin kecil takdir-Mu

                hompimpah hidupku, hompimpah matiku,
                hompimpah nasibku, hompimpah, hompimpah,
                hompimpah!


                kugali hatiku dengan linggis alifmu
                hingga lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai,
                jadi laut, jadi samudera dengan sejuta gelombang
                mengerang menyebut alifmu
                alif, alif, alif!

                alifmu yang satu
                tegak di mana-mana.

                1983




           Akhirnya penting dikemukakan sekali lagi bahwa guncangan rohani yang
           dahsyat dan spekulasi filosofis serta zikir bukanlah tema yang cukup umum
           dalam puisi Indonesia modern. Namun ia memiliki arti penting dalam konteks
           puisi Islam sebagai ekspresi relijius. Yaitu bahwa ia mengemukakan dimensi-
           dimensi terdalam dari penghayatan ketuhanan, baik secara spiritual, mistikal,
           maupun intelektual. Corak umum kesadaran ketuhanan dalam puisi Indonesia
           modern bagaimanapun adalah hasrat untuk menghampiri Tuhan dalam berbagai
           cara: mengagungkan-Nya, memuji kebesaran-Nya seraya dengan rendah hati
           mengakui keterbatasan dan kenakalan diri sendiri sebagai pribadi yang tak tahu
           diri di hadapan kemuliaan-Nya, dan tentu saja berdoa. Sudah tentu para penyair
           Muslim menjadikan pengalaman dan berbagai aspek Islam sebagai sumber
           inspirasi puisi-puisi mereka, mengemukakan renungan-renungan tentang ibadah
           terutama  haji,  tempat-tempat  suci ,  dan  lain  sebagainya  ―yang  semuanya
                                            9
           berhubungan langsung dengan Tuhan. Dan, yang paling lazim tentu saja para
           penyair mengungkapkan doa dalam puisi untuk mengekspresikan semangat
           relijius mereka. Lewat puisi para penyair mengungkapkan apa saja yang dihayati,
           direnungkan, dirasakan, dan dipikirkannya, termasuk menyampaikan harapan
           dan impian-impiannya kepada Tuhan. Khususnya penyair-penyair Muslim
           Indonesia terkemuka ―Taufiq Ismail (l. 1935), Rendra (1935-2009), Ajip Rosidi
           (l. 1935), A. Mustofa Bisri (l. 1940), Abdul Hadi W.M. (l. 1946), D. Zawawi Imron
           (l. 1946), Hamid Jabbar (1949-2004), dan Emha Ainun Nadjib (l. 1953), untuk
           menyebut beberapa penyair Muslim yang menonjol― pastilah menulis doa
           dalam puisi, baik langsung maupun tak langsung. Bahkan Taufiq Ismail, penyair
           Muslim yang puisinya dilihat dari beberapa segi dapat mewakili puisi Islam







                                                                                                423
   432   433   434   435   436   437   438   439   440   441   442