Page 446 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 446
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Setelah mendapatkan makna, moral, dan esensi mi’raj yang disambut gembira
oleh pohon-pohon kurma —yakni tanggung jawab kemanusiaan— itulah api rindu
nabi pada Tuhan bisa dipadamkan, dan dia mencapai penyatuan mistik dengan
Tuhan: di puncak jagad/ leburlah/ rindunya/ menjadi zarah itu. Dikemukakan
dengan kalimat lain, api rindu nabi kepada Tuhan tak bisa dipadamkan hanya
dengan pengalaman spiritual paling puncak sekalipun, melainkan juga dan
terutama dengan menjalankan tugas-tugas kemanusiaan sebagai panggilan
spiritualnya. Penyatuan mistik hanya mungkin dicapai dalam dan dengan kerja
kemanusiaan sebagai tanggung jawab kenabiannya. Dengan cara itulah Tuhan
menerima pengalaman dan perjalanan spiritual nabi, bahkan menerima nabi
sendiri sebagai pribadi dan mengangkatnya sebagai juru selamat: marhaban,
Kuutus kau/ juru selamat. Juru selamat: diksi yang mengandung konotasi
Kristiani ini hanya harus difahami sebagai kesinambungan dari mata rantai
tugas kenabian, di mana Nabi Muhammad melanjutkan dan menyempurnakan
tugas-tugas Nabi Isa, dan Nabi Isa melanjutkan dan menyempurnakan tugas
nabi-nabi sebelumnya.
Akhirnya, dengan semua hal yang telah diberikan sang nabi kepada ummatnya,
yang patut diberikan ummatnya adalah ucapan terima kasih sedalam-dalamnya
dan komitmen untuk menyebarkan ajaran-ajaran sejati sang nabi. Emha Ainun
Nadjib mendendangkan ucapan terima kasih dan komitmen itu dalam puisinya
“Kado Muhammad” :
15
...
Ya Rasul
Kudendangkan Qur’an
amanahmu itu, ke segala penjuru
aku mengendarai angin
aku bergerak melalui cahaya
aku mengaliri gelombang
bagi-bagikan makanan keabadian
kutuangkan bergelas-gelas minuman kesejatian
kutaburkan cahaya
ke lubuk-lubuk tersembunyi
hati manusia.
432