Page 90 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 90
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Pada awal abad ke-16 M dengan ditalukkannya Malaka oleh Portugis (1511)
serta merta kegiatan penulisan sastra Melayu mandeg untuk beberapa waktu
lamanya. Tetapi tidak lama kemudian, pada tahun 1516 M, sebuah kerajaan Islam
yaitu Aceh Darussalam muncul tidak jauh dari bekas tapak kerajaan Samudra
Pasai. Dengan munculnya Aceh kegiatan penulisan kitab keagamaan dan sastra
Melayu berkembang pesat. Karya-karya Melayu yang ditulis di Pasai dan Malaka
disalin kembali dalam jumlah besar. Majunya perkembangan penulisan kitab itu
terutama terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ala’uddin Riayat Syah (1589-
1604) dan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Pada periode ini terjadi
13
gelombang kedua dalam sejarah intelektual Islam di Nusantara.
Gelombang pertama mengambil masa pada abad ke-14-16 M, yaitu sejak
munculnya Samudra Pasai hingga berkembangnya Malaka dan Aceh. Pada
periode yang sangat gencar dilakukan ialah pengenalan asas-asas kosmopolitan
dari ajaran Islam. Karya-karya Arab dan Persia disadur dalam jumlah besar ke
dalam bahasa Melayu, dan dengan demikian Islam hadir sebagai realitas dunia
baru dalam pikiran bangsa-bangsa Nusantara. Dalam gelombang kedua terjadi
proses islamisasi kebudayaan dan realitas secara besar-besaran. Islam dipakai
sebagai cermin untuk melihat dan memahami realitas. Karya-karya dari zaman
Hindu Buddha disadur dan ditransformasikan ke dalam situasi pemikiran Islam.
Zaman ini menandakan berakhirnya zaman peralihan dari tradisi Hindu-Budhha
ke tradisi Islam, dan bermulanya penulisan karya-karya yang benar-benar
bercorak Islam baik secara estetik maupun isi yang dikandungnya. Realitas
yang ditampilkan adalah realitas yang hidup dalam masyarakat dan kebudayaan
Melayu Nusantara yang telah berhasil diislamkan.
Memang, kapan berakhirnya masa peralihan ini tidak dapat diberi batas dengan
jelas oleh karena karya-karya yang dihasilkan pada zaman peralihan masih
disalin dan digubah hingga abad ke-19 M. Tidak sedikit pula dari karya-karya
tersebut digubah menjadi versi-versi yang beraneka ragam dalam bahasa-bahasa
Nusantara lain yang ikut mengalami proses islamisasi seperti Jawa, Sunda, Aceh,
Madura, Mandailing, Minangkabau, Sasak, Bugis, Makassar, Banjar dan lain-lain.
Gubahan-gubahan baru ini pada umumnya semakin jelas hubungannya dengan
realitas Islam yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Nusantara.
Tetapi bagaimana pun juga proses islamisasi realitas dan kebudayaan Melayu
terjadi pada peralihan abad ke-16 dan 17 M. Mantapnya kedudukan bahasa
Melayu, kejayaan Aceh Darussalam sebagai pusat kegiatan intelektual Islam
dan peranan aktif lembaga-lembaga pendidikan Islam, merupakan faktor
yang menentukan dalam mempercepat proses Islamisasi ini. Tidak diragukan
lagi, tasawuf merupakan faktor lain yang menentukan. Sejak abad ke-13
M, khususnya sejak jatuhnya kekhalifatan Baghdad oleh serbuan tentara
Mongol pada tahun 1256 M, tasawuf memainkan peranan penting, terutama
dalam membentuk pandangan hidup (way of life) dan pandangan dunia
76