Page 91 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 91
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
(weltsanschauung) masyarakat Muslim. Pandangan hidup dan pandangan
Sejak abad ke-13
dunia itu meliputi pemikiran dan dasar-dasar keyakinan yang berkenaan dengan M, khususnya sejak
metafisika, epistemologi, etika, sosiologi dan estetika. 14 jatuhnya kekhalifatan
Baghdad oleh serbuan
tentara Mongol pada
Dalam gelombang kedua pemikiran Islam ini ada dua gejala dominan yang saling tahun 1256 M, tasawuf
berkaitan muncul. Gejala pertama ialah kecenderungan yang memusatkan diri memainkan peranan
pada renungan-renungan bercorak tasawuf secara mendalam dan personal. Ini penting, terutama
dilakukan untuk menjawab persoalan berkenaan dengan hubungan manusia dalam membentuk
pandangan hidup
dengan Yang Abadi. Gejala kedua dari gelombang kedua pemikiran Islam tersebut (way of life) dan
ialah ikhtiar untuk membangun tatanan kehidupan sosial politik berdasarkan pandangan dunia
(weltsanschauung)
cara pandang Islam, yang dengan itu sebuah kehidupan masyarakat religius masyarakat Muslim.
dan beradab dapat diselenggarkan. Kecenderungan kedua ini memunculkan Pandangan hidup dan
hasrat menyusun etika politik dan teori pemerintahan yang ideal, yang dengan pandangan dunia itu
itu kesadaran bersama dan solidaritas kemasyarakatan dapat direalisasikan. meliputi pemikiran dan
dasar-dasar keyakinan
yang berkenaan
Gejala pertama tampak dalam kegiatan tokoh-tokoh seperti Hamzah Fansuri, dengan metafisika,
epistemologi, etika,
Syamsudin Sumatrani dan murid-muridnya di Sumatra. Mereka adalah pemikir sosiologi dan estetika.
sufi dan ulama terkemuka pada zamannya yang banyak melahirkan karya-karya
bercorak tasawuf, khususnya syair-syair tasawuf, risalah kesufian dan ulasan
mengenai sastra kerohanian. Gejala kedua tampak dalam usaha Bukhari al-
Jauhari dalam menyusun karya bercorak adab, yaitu Taj al-Salatin (Mahkota
Raja-raja, 1603 M), yang kemudian dillanjutkan oleh Nuruddin al-Raniri (w.
1648 M), keduanya di Aceh.
Kebaruan karya para penulis Melayu abad ke-16 dan 17 itu, terutama syair-
syair tasawufnya, terletak pertama-tama pada keberanian pengarang untuk
mengekspresikan pengalaman dan pengetahuan pribadinya secara lebih bebas
dan merdeka. Ini dimungkinkan karena mereka berkarya berdasarkan estetika
sufi dan ilmu tasawuf, yang dalam ajarannya memang menekankan bahwa
karya seni yang bertanggungjawab mestilah pertama-tama didasarkan pada
pengalaman pribadi dan kesaksian langsung penulisnya terhadap realitas yang
ingin disampaikan. Pengalaman kesufian sendiri bersifat personal, namun dapat
dibagi dengan pengalaman personal orang lain melalui media sastra.
Sastra sufi penting terutama karena berfungsi meneguhkan pentingnya sinthesa
antara pengetahuan rasional empiris dan makrifat, yaitu pengetahuan yang
diperoleh oleh seseorang yang telah menyucikan kalbunya. Dalam sastra sufi
itulah kearifan-kearifan lokal dan nasional bersumber. Sarjana-sarjana sastra
Melayu berkeyakinan bahwa karangan para penulis sufi Melayu itu berhasil
mempengaruhi dan ikut membentuk pandangan hidup (way of life) dan
gambaran dunia (Weltanschaung) masyarakat Melayu.
77