Page 500 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 500
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
yang kurang mampu. Sejauh ini, dana yang terkumpul digunakan untuk dua hal:
1) merencanakan dan melaksanakan program peningkatan kualitas pendidikan
dan pengajaran di sekolah-sekolah; dan 2) membiayai usaha masyarakat miskin
dalam rangka mengembangkan potensi sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
64
Sejak 1998 Paramadina memiliki lembaga pendidikan formal tingkat perguruan
tinggi yaitu Universitas Paramadina—setelah sebelumnya juga ikut membidani
pendidikan dasar menengah, Sekolah “Madania”. Sebagai sebuah lembaga,
Paramadina bukan sebatas lembaga terstruktur dengan program misi dan visi
tertentu, tetapi juga merupakan sebuah lembaga pemikiran (school of thought)
yang melahirkan pemikiran-pemikiran lebih lanjut dalam rangka pembaruan
Islam di Indonesia. Lembaga ini secara internal memperlihatkan dimensi
pluralitas gagasan dengan cakupannya yang luas akan khazanah pembaruan
pemikiran Islam, baik klasik maupun modern (ilmu-ilmu sosial yang berkembang
mutakhir). Dengan alasan itulah dalam rentang waktu 28 tahun (1986-2014)
lembaga ini telah banyak mencetak aktivis dan cendekiawan Muslim dengan
ragam minat dan pemikiran. Diantaranya mereka yang perlu dicatat, misalnya,
Utomo Dananjaya, Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra, Fachri Ali, Machnan
Kamaluddin, Didiek J. Rachbini, Nasaruddin Umar, Quraish Shihab, Jalaluddin
Rakhmat, Zainun Kamal, dan Kautsar Azhari Noer. Dari generasi yang lebih
muda Yudi Latif, Mun’im A. Sirry, Budi Munawar-Rachman, Ihsan Ali-Fauzi dan
beberapa nama lainnya.
Selain LSAF dan Paramadina, gerakan budaya dan pemikiran yang juga perlu
dicatat keberadaannya adalah Yayasan LKIS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial).
Bermula dari kelompok diskusi dan gerakan mahasiswa, LKIS terlahir sebagai
Universitas Paramadina, Jakarta
didirikan pada 1998..
Sumber: Direktorat Sejarah dan Niai Budaya
484