Page 504 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 504
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
bentuk kelembagaan dari Yayasan ke Perhimpunan. Dengan demikian, lembaga
ini kemudian menjadi “Perhimpunan Rahima”. Tema utama yang diangkat
oleh Perhimpunan Rahima adalah “Ulama Perempuan untuk Kemaslahatan
Manusia”.
78
Selain Rahima, dari kalangan Nahdliyin muncul Puan Amal Hayati, forum yang
bergerak di bidang kajian dan advokasi untuk kesetaraan perempuan. LSM
yang bermarkas di Ciganjur, Jakarta Selatan ini didirikan oleh Shinta Nuriah
Abdurrahman Wahid pada 3 Juli 2000 dengan dukungan dari sejumlah
Dari kalangan Nahdliyin kalangan akademisi, civitas pesantren, dan aktivis sosial yang memiliki
muncul Puan Amal
Hayati, forum yang kepedulian terhadap pemberdayaan kaum perempuan, khususnya dalam upaya
bergerak di bidang penghapusan kekerasan terhadap mereka. Puan adalah singkatan dari Pesantren
kajian dan advokasi Untuk Pemberdayaan Perempuan, sedangkan Amal Hayati mengandung
untuk kesetaraan
perempuan. Amal makna harapan hidupku. Dengan demikian, tugas yang diemban Puan Amal
Hayati mengandung Hayati adalah memberdayakan kaum perempuan melalui pesantren untuk
makna harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
hidupku. Dengan
demikian, tugas
yang diemban Puan Prinsip dasar gerakan LSM ini adalah: Pertama, semua agama mengajarkan
Amal Hayati adalah keadilan bagi seluruh umat manusia, termasuk di dalamnya keadilan bagi
memberdayakan
kaum perempuan laki-laki dan perempuan. Kedua, kehidupan manusia baik laki-laki maupun
melalui pesantren perempuan akan senantiasa dihadapkan pada berbagai tantangan dan problem
untuk mendapatkan serius yang membutuhkan penanganan secara sistematik, realistik, dan holistik.
kehidupan yang
lebih baik di masa Ketiga, lembaga atau organisasi yang menangani masalah-masalah perempuan
mendatang. masih sangat kurang, terutama dalam upaya pencegahan terhadap berbagai
bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan strategi gerakan
Puan Amal Hayati adalah menjadikan pondok pesantren sebagai basis gerakan,
mengingat peran dan pengaruh pesantren sangat besar di kalangan masyarakat.
Pesantren pada hakekatnya adalah lembaga pemberdayaan, pengayoman,
dan pendampingan masyarakat dan kaum lemah. Oleh karena itu, potensi
pesantren untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan
harus dioptimalkan. 79
Setelahnya, sejarah mencatat bahwa LSM untuk pemberdayaan perempuan
semakin marak berkembang dan mewarnai peta Islam Indonesia. Beberapa di
antaranya, adalah: Koalisi Perempuan Indonesia, Komnas Perempuan, Kapal
Perempuan, Kalyanamitra, LBH-APIK/Asosiasi Perempuan Indonesia untuk
Keadilan, Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI) Jakarta, Jaringan
Pemberdayaan Perempuan untuk Pembangunan, dan beberapa lainnya.
488