Page 125 - REMPAH, JALUR REMPAH, DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
P. 125
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 115
pengalaman yang telah mereka alami. Panglima benteng itu adalah seorang
bangsawan dari Hormuz, yang memiliki sikap lebih cerdas dengan berpura-
pura tunduk daripada melawan orang Portugis. Ia mengizinkan beberapa
orang dari mereka tinggal di benteng untuk mengibarkan bendera. Ia juga
bersama orang-orangnya akan tetap menguasai benteng itu demi kepentingan
raja Portugal. Akan tetapi ia juga meminta gaji untuk orang-orangnya yang
tanpa gaji pasti, kebanyakan dari mereka akan melarikan diri. D’Albuqueerque
mengangap penting hal itu, tetapi berusaha menghindari bila membicarakan
hal tersebut.
Ia meminta penguasa kota muncul dan menyerahkan upeti yang
sebelumnya dibayarkan ke Hormuz, terutama saat itu kepada wakilnya.
Kesepakatan dibuat antara kedua pihak dan disahkan. Tampaknya tidak
mungkin bila bendera Portugis dikibarkan di atas benteng untuk jangka
waktu lama. Orang-orang Portugis juga mendarat di pantai itu tidak lebih
hanya untuk mengurus kebutuhan makanan. Di Khoer Fakhan, salah satu kota
ekspor terpenting untuk kuda-kuda Arab, penduduknya diusir dari kota tetapi
para penyerang juga mengalami kerepotan sehingga mereka kemudian naik
kapal dengan aman.
Beberapa hari kemudian mereka melayari ujung utara Arab, Ras Mesandum,
dan mencapai pulau kecil di teluk Persia yang menjadi tujuan pelayaran itu. Ketika
mereka mendarat di pulau itu pada 25 September 1507 dan melihat di darat, terlihat
di kota besar, sekelompok orang yang bergerak di pantai dan kapal bersenjata
yang berlabuh di pelabuhan, kapten Portugis itu segera memperhitungkan
kekuatan yang harus dihadapinya. Mereka menduga laksamananya pasti akan
memutuskan untuk menghadapi para penyerang. Namun sebelumnya mereka
berunding tentang apa yang dilakukannya di kota itu. 128
Mungkin ini merupakan tindakan nekad dan orang-orang ini tidak
memperhitungkan bahwa mereka dengan mudah akan bersikap memusuhinya.
Ada seseorang yang selama beberapa hari mengamati bahaya ini. Kini saatnya
bertindak tiba, dia tidak ragu sedikitpun. Dia menjawab kepada kaptennya:
128 Beatriz Basto da Silva. “Between Goa anda Macau: Portuguese and Dutch Rivalry in the Seventeenth
Century” dalam Peter Milward (Ed.) Portuguese voyages, hlm. 23-30