Page 39 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 39
sekolah-sekolah agama yang tersebar di Nusantara waktu itu, yang “dinegrikan”
sebagai sekolah pemerintah. Secara etis mestinya merekalah sesungguhnya yang
lebih berhak “dinegerikan” karena sejak semula memiliki kontribusi yang sangat
penting dalam pendidikan dan dalam perjuangan nasionalisme anti-kolonial di zaman
penjajahan. Kebanyakan sekolah ini sekarang menjadi sekolah suasta yang terseok-
seok di tengah-tengah hingar-bingar lembaga pendidikan negeri yang kini berada di
atas rata-rata sekolah-sekolah suasta pada umumnya. Halaman berikut akan
membahas sekedarnya tentang “anomali peradaban” dalam dunia pendidikan di
Indonesia pada halaman-halaman berikut.
ANOMALI PERADABAN DALAM PENDIDIKAN NASIONAL KITA.
Konsep anomali aslinya adalah konsep anstronomi, tetapi kemudian juga dipakai
dalam ilmu sosial, humaniora dan musik. Dengan anomali peradaban maksudnya di
sini ialah terjadinya proses pembelokan atau penyimpangan dari pola umum yang
sudah dikenali sebelumnya dalam lintas perjalanan pemikiran pendidikan bangsa
menuju peradaban. Sejarawan Jan Romain (1956) menggunakan istilah itu untuk
menerangkan penyimpangan peradaban Eropa dari pola umum yang pernah
berkembang sebelumnya. Gejala ini sangat mencolok sejak zaman Renaisans abad ke-
14 di Itali dan kemudian menjalar ke seluruh Eropa. Antropolog Evans-Pirchard dalam
studinya juga menunjukkan gejala anomali tentang prilaku sosial pada suku Neur di
Sudan Selatan. Belakangan fisikawan Pritjof Capra menulis tentang Titik Balik
Peradaban (1998) dengan menunjukkan anomali peradaban di bidang sains,
masyarkat dan timbulnya arah baru alam kebangitan peradaban.
Konsep anomali sebetulnya bersepadan dengan konsep yang lebih netral, perubahan,
sebagaimana yang lazim dikenali dalam ilmu sejarah sebagai the science of change,
sebuah disiplin yang lebih menekankan pencarian sisi-sisi keunikan (eksentrisitas)
gejala sejarah dalam setiap zaman. Kebudayaan dan peradaban selalu mengalami
perubahan, entah itu perubahan linear atau progresif ke arah positif (true anomaly),
maupun perubahan ke arah negatif dan kehancuran (eccentric/ abnormal anomaly).
Anomali peradaban dalam pendidikan nasional di Indonesia dapat dilihat gejalanya
sejak selepas tahun 1950-an, tertutama berkenaan dengan kemerosotan porfesi guru
(Mestika Zed, 1995). Sejak beberapa dekade terakhir mereka yang bertanggung
jawab dalam mengambil keputusan di bidang pendidikan telah mengambil kebijakan
pendidikan dalam pelbagai bentuk dan tingkat pendidikan. Pameo yang paling sering
diulang-ulang ialah “ganti menteri ganti kurikulum”. Maka para pengelola pendidikan
dalam hampir setiap tingkat telah sangat disibukkan oleh urusan administrasi
pendidikan (anggaran, bantuan operasional sekolah, rancang bangun kurikulum,
standar formal kompetensi guru, ujian nasional, dan sejenisnya). Untuk itu mereka
harus mencuahkan waktu selama dua puluh empat jam, tetapi terlalu sedikit untuk
merenungkan puluhan tahun perjalanan pendidikan nasional kita. Salah satu
akibatnya ialah pesan peradaban dalam pendidikan “mencerdaskan kehidupan
8