Page 39 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 39

26           Gubernur Pertama di Indonesia



            Keresidenan  Aceh,  berhubung  bergolaknya  keadaan  di  sana  yang
            ditimbulkan oleh revolusi sosial.”
                                            5
                    Di  Sumatera  Timur,  friksi  antara  laskar  pemuda  dan  pihak
            kerajaan yang konservatif juga akut. Para pemuda memiliki kekuatan
            fisik  yang  tangguh,  namun  terbelah  sehingga  tiap  upaya  untuk
            bersatu-padu  kadang  malah  cenderung  bersifat  destruktif.  Di  sisi
            lain, pihak kerajaan bersikeras mempertahankan ilusi kekuasaannya
            yang membuatnya makin terisolasi dari masyarakat. Pengaruh pihak
            kerajaan Melayu dan Simalungun, misalnya, hanya sebatas di wilayah
            etnik mereka sendiri.
                    Tanggung jawab yang diemban Gubernur Teuku Mohammad
            Hasan dan wakilnya, dr. Amir, untuk memperantarai dua kelompok
            tersebut  tidaklah  mudah.  Mereka  berdua  lebih  sering  didikte  oleh
            kelompok  pemuda  dengan  todongan  senjata.  Pada  pertengahan
            Desember, Gubernur Hasan mengunjungi Jawa bersama dengan Luat
            Siregar,  Adinegoro,  dan  dr.  Djamil  dari  Sumatera  Barat.  Sekembali
            mereka  pada  3  Januari,  dr.  Amir  membuat  pernyataan  bahwa
            “pemerintahan  Republik  di  Jawa  menganggap  Sumatera  merdeka
            secara  politik  dan  ekonomi  dari  Jawa,  dan  diperbolehkan  untuk
            mengambil  tindakan  yang  tidak  bertentangan  dengan  kepentingan
            Republik.”  Lantaran  pernyataan  itu,  beberapa  pemuda  berusaha
            menawan  Amir.  Para  pemuda  mencurigai  wakil  gubernur  itu
            berusaha  membawa  Aceh  “keluar”  dari  Republik.  Gubernur  Hasan
            segera menyadari bahwa sentimen pro-Republik di kalangan pemuda
            sangat kuat. Ia kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa tidak ada
            kebijakan Aceh akan “merdeka” sendiri atau berbeda dari kebijakan
            pemerintahan pusat.
                    Gejolak  dinamis  antara  pemuda  dan  pemerintah  itu
            mendorong      lahirnya    pertimbangan     untuk    memperkuat
            pemerintahan  dan  menjembati  jurang  antara  pemuda  dan  pejabat.
            Kabinet  Sutan  Sjahrir  mengeluarkan  dekrit  pada  23  November
            tentang sistem subregional Komite Nasional Indonesia Daerah atau
            KNI  Daerah.  KNI  memang  sudah  muncul  di  berbagai  tempat  yang
            sebelumnya  merupakan  basis  anggota  hokokai  atau  shu  sangi  kai,
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44